A. Konsep Tuhan atau Dewa
Menurut Hindu Dharma, Tuhan hanya satu. Umat Hindu di
Indonesia memberi Dia gelar Sang Hyang Widhi.
Dia juga disebut Bhatara Ciwa
Pelindung Yang Tertinggi. Banyak gelar lagi yang dipersembahkan oleh umat Hindu
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai pencipta Ia bergelar Brahma (Utpatti), Sebagai
pemelihara dan pelindung (Sthiti) ia disebut Wisnu dan Sebagai Tuhan yang
mengembalikan segala isi alam kepada sumber asalnya (Pralina) Ia bergelar Ciwa;
sering juga disebut sebagai Icwara.
Gelar Tuhan disebut dengan berbagai nama disebabkan
sifat-sifat Sang Hyang Widhi Yang Maha Mulia, Maha Kuasa, Maha Pengasih dan
tiada terbatas. Sedangkan kekuatan manusia untuk menggambarkan Sang Hyang Widhi
sangat terbatas. Rsi-rsi agama Hindu hanya mampu memberi sebutan dengan berbagai
nama serta berbagai fungsinya. Yang paling utama ialah Tri Sakti/Tri Murti.
Dalam Agama Hindu, Sang Hyang Widhi tidak sama dengan Dewa
atau Bhatara. Dewa adalah perwujudan sinar suci dari Sang Hyang Widhi yang
memberi kekuatan suci guna kesempurnaan hidup makhluk. Dewa itu bukan Sang
Hyang Widhi Wasa, Ia hanyalah sinarnya.
Kata ‘Dewa’ berasal dari bahasa sansekerta ‘DIV’, artinya
Sinar (kata ini menjadi Day dan Divine dalam bahasa inggris). Tegasnya,
Dewa berarti bersinar, sedangkan kata Bhatara adalah Prabhawa (manifestasi)
kekuatan dari Sang Hyang Widhi untuk memberi perlindungan terhadap ciptaannya.
Kata ‘Bhatara’ berasal dari bahasa sansekerta ‘BHATR’ yang
berarti pelindung, antara Dewa dan Bhatara sering pemakaiannya diartikan sama
saja. Umpamanya Dewa Wisnu disebut juga Bhatara Wisnu karena beliau melindungi
makhluk semesta.
Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa
merupakan maha Sempurna dan tidak terbatas, karena itu manusia tidak dapat
melihatnya. Walaupun manusia tidak dapat melihat Sang Hyang Widhi
bukan berarti Sang Hyang Widhi tidak ada. Manusia tidak dapat menembus
kegelapan jiwanya. Maka tidak dapat pula melihat Sang Hyang Widhi, akan tetapi
Sang Hyang Widhi pada hakikatnya tetap ada. Umat beragama yang benar-benar
melaksanakan kehidupan suci sesuai dengan petunjuk dan ajaran pustaka suci,
niscaya akan melihat Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa dengan terang. Tuhan
Yang Maha Esa akan tampil dalam hati sanubari para umat beragama dan jiwa yang
suci lagi murni.
Dalam pustaka suci Weda, disebutkan bahwa Sang Hyang Widhi
tidak berbentuk, tidak bertangan maupun berkaki, tidak berpancaindra, tetapi
beliau dapat mengetahui segala sesuatu yang ada pada makhluk. Sang Hyang Widhi
juga tidak pernah lahir dan tidak pernah tua, tidak pernah berkurang juga
bertambah. Tegasnya Sang Hyang Widhi tidak berbentuk tetapi karena kemuliaannya
dapat mengambil wujud sesuai dengan keadaan untuk menegakan Dharma. Perwujudan
ini dinamakan Awatara.
Disamping Awatara, dalam agama Hindu terdapat pula istilah
‘Rsi’ dan ‘Acarya’. Rsi adalah orang suci yang atas usahanya melakukan tapa
yoga, semadi, memiliki kesucian dan dapat menghubungkan dirinya kepada Sang
Hyang Widhi dan sudah mencapai moksa, sehingga dapat melihat hal-hal yang
lampau (atita), yang sekarang (wartamana) dan yang akan datang (anagata).
Para rsi berkewajiban memelihara, menuntun umat manusia
dengan ajaran-ajaran Weda. Awatara berbeda dengan Rsi, sebab yang satu turun
dari atas sedangka yang lainnya dari bawah naik ke atas. Acarya berbeda pula
dengan Rsi, sebab Rsi sudah melepaskan dir dari ikatan keduniawian, sedangkan
Acarya masih belum dapat melepaskan diri dari ikatan keduniawian, ia harus
melakukan upacara keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
B. Trimurti
Seperti yang di jelaskan diatas bahwa umat Hindu menyakini
akan tiga dewa yaitu Dewa Brahman, Dewa Wisnu, Dewa Siwa. Pada dasarnya ketika
dalam agama Hindu itu mereka mempercayai satu Tuhan akan tetapi dalam mengenal
Tuhannya mereka itu ada tiga:
- BRAHMA adalah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya sebagai pencipta, dalam bahasa sansekerta disebut “UTPATTI”.
- WISNU adalah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya sebagai pelindung, pemelihara dengan segala kasih-sayangnya. Pelindung dalam bahasa sansekerta disebut “STHITI”.
- SIWA adalah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya melebur (pralina) dunia serta isinya dan mengembalikan dalam penyadaran ke asal.
Trimurti ini mencipta, memelihara dan melebur semesta alam.
Mereka menguasai ketiga hukum: lahir, hidup, dan mati serta seluruh makhluk,
termasuk manusia. untuk dapat meresapkan kemahakuasaan Hyang Widhi ini, agama
Hindu memberikan simbol pada kekuatannya dalam ucapan aksara suci “OM”. Perkataan “OM” adalah aksara suci untuk mewujudkan Sang
Hyang Widhi dengan ketiga prabawanya, yaitu:
Aksara
‘A’ untuk menyimbolkan BRAHMA , Hyang Widhi dalam prabhawanya Maha Pencipta.
Aksara
‘U’ untuk menyimbolkan WISNU, Hyang Widhi prabhawanya Maha Melindungi.
Aksara
‘M’ untuk menyimbolkan SIWA, Hyang Widhi dalam prabhawanya Maha Pelebur.
Suara
‘A’, ‘U’ dan ‘M’ ditunggalkan menjadi AUM atau OM.
C. Ajaran Tentang Seembahyang
Kata “sembahyang” berasal dri bahasa Jawa Kuno. Sembah dalam
bahasa jawa kuno berarti “menyayangi, menghormati, memohon, menyerahkan diri
dan menyatukan diri. Sedangkan kata Hyang artinya “suci”.
Jadi kata sembahyang berarti menyembah yang suci untuk mnyerahkan diri pada
yang hakekatnya lebih tinggi. Dalam bahasa yang biasa yang mereka gunakan
adalah “yajna/ yadnya”.
Istilah yajna berasal dari akar kata sangsekerta “yaj”
berarti menyembah, berdoa, berkorban, beramal dan bekerja sunguh-sungguh. Pada dasarnya yajna bertujuan untuk membalas hutang budi
kepada Tuhan yang Maha Esa.
Persembahyangan dalam agama Hindu yang dianut di Bali
merupakan cara-cara melakukan hubungan Atman dengan parama-atma, antara manusia
dengan Sang Hyang Widhi serta semua manifestassinya.
Dengan melakukan sembahyang kita di
didik untuk memiliki sifat ihklas. Ihklas pada hakikatnya merupakan kebutuhan
jiwa manusia. Karna apapun yang ada pada diri kita tidak ada yang kekal, semua
satu persatu atau bersama-sama akan pergi terpisah dengan diri kita.
Rasa aman dan jiwa yang tentram juga
merupakan kebutuhan rohani pada setiap orang. Rasa aman akan dirasakan oleh
orang yang selalu merasa dekat dengan Tuhan. Salah satu kemahakuasaan Tuhan adalah
sebagai pelindung ciptaanNya yang benar-benar meyakiniNya dan selalu memuja dan
melaksanakan ajaran-ajaranNya.
Rasa dekat
dengan Tuhan yang ditumbuhkan oleh ketekunan sembahyang, akan meningkatkan rasa
cinta kasih kepada sesama. Karena jiwa atman yang ada pada semua mahkluk adalah
satu, bersumber dari Tuhan.
Dengan seembahyang kita dimotivasi untuk melestarikan
bunga-bungaan, daun-daunan, pohon buah-buahan yang kita butuhkan dalam upaca
perseembahyangan juga membutuhkan air dari sumber-sumber mata air yang alami.
Semua itu menimbulkan usaha untuk melestarikan sumber-sumber mata air tersebut.
Karena sarana-sarana perseembahyangan setiap hari dibutuhkan
maka dalam setiap pekarangan umat Hindu, apalagi dalam perkebunan nya, biasanya
pasti ditanam berbagai tumbuhan-tumbuhan yang ada gunanya sebagai sarana
perseembahyangan seperti bunga-bungaan yang beraneka warna.
Disamping itu manusiapun lewat ketekunan seembahyang akan
tumbuh rasa cinta akan alam ciptaan Tuhan. Rasa cinta alam ini pun akan mendorong
manusia untuk melestarikan alam lingkungan nya yang amat besar jasanya pada
kehidupan manusia.
Persembahyangan dilakukan dengan
beberapa sikap yang dalam agama Hindu disebut Asana, ada beberapa bentuk asana
yang dipergunakan untuk melakukan desembahyang. Ada seembahyang yang dilakukan
dengan duduk, ada dengan berdiri seperti didalam kelas bagi siswa dalam
melakukan Tri sandhaya.
Sikap duduk ada beberapa bentuk misalnya: padmasana. Yaitu
sikap seembahyang yang duduk seperti teratai. Asana ini dilakukan dengan
menempatkan kaki kanan diatas paha kiri dan kaki kiri di atas paha kanan,
tulang punggung sampai kepala menjadi satu garis tegak, sekujur tubuh dilemaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar