tanpa judul

Vishnu

Senin, 20 April 2015

Ajaran Hindu Dharma Tentang Manusia dan Alam

A. Penciptaan Manusia

Manusia menurut ajaran agama Hindu terdiri dari tubuh dan jiwa atau roh. Tubuh merupakan wujud yang kelihatan dan yang bersifat fana. Ada saatnya nanti tubuh ini mengalami kebinasaan. Sedangkan jiwa atau roh itu bersifat kekal. Hal ini dapat dilihat dari petikan kitab Bhagawad Gitta II.16 dan Bhagawad Gitta II. 20 di bawah ini:

"Apa yang tak akan pernah ada; apa yang ada tak akan pernah ada; apa yang ada tak akan pernah berhenti ada; keduanya hanya dapat dimengerti oleh orang yang melihat kebenaran. Yang tak pernah lahir dan mati; juga setelah ada tak akan berhenti ada, tidak dilahirkan, kekal, abadi, selamanya, tidak mati dikala tubuh jasmani mati."

Dalam agama Hindu diajarkan bahwa penciptaan manusia melalui Sari pancamahabhuta yang bersatu dengan bumi kemudian menciptakan sadrasa (enam rasa), yaitu: rasa manis, pahit, asam, asin, pedas, dan sepat. Kemudian unsur-unsur ini bercampur dengan unsur-unsur yang lain, yaitu cita, budhi, ahangkara, dasendrya, pancatanmatra, dan pancamahabhuta. Pencampuran ini menghasilkan dua unsur benih kehidupan, yaitu mani wanita (swanita) dan mani laki-laki (sukla). Kedua unsur benih kehidupan itu bertemu. Pertemuannya terjadi seperti halnya dengan pertemuan purusa dan prakrti, serta melahirkan manusia.

Sebelum menciptakan manusia, Tuhan Yang Maha Esa, menciptakan mulai dari yang paling halus menuju yang paling kasar, yaitu menciptakan Dewa-dewa (malaikat), Gandharwa, Pisaca, Raksasa, Yakosa dan sejenisnya, kemudian baru mahluk-mahkluk berbadan kasar seperti manusia dan binatang. Manusia pertama disebut Manu, atau Swayambhu yang artinya: Mahluk berfikir yang menjadikan dirinya sendiri. Dari kata Manu sekarang ini berkembang menjadi kata manusya (manusia) yang berarti: keturunan manu.

Dalam zaman Brahmana diuraikan bahwa manusia terdiri dari dua bagian, yaitu bagian yang tampak dan tak nampak. Bagian yang tampak disebut rupa, yang tersusun dari lima unsur, yaitu: rambut, kulit, daging, tulang, dan sum-sum. Bagian yang tidak nampak disebut nama, terdiri dari unsur-unsur yang menentukan hidup. yaitu: nafas (prana atau atman), akal (budhi), pemikiran (manas), penglihatan (caksu), dan pendengaran (strotra). Manusia memiliki lima alat pengindraan (Buddhendriya), yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Juga memiliki lima alat bertindak (karmendriya), yaitu: tangan, alat melahirkan (upastha), alat mengeluarkan (payu), kaki, lidah.

Dalam diri manusia terdapat atman yang merupakan percikan dari sifat-sifat sang hyang widhi, meskipun demikian  manusia tidaklah sempurna, fana, dapat mati. Hal ini disebabkan karena Atman dipenjarakan di dalam tubuh, yang mengakibatkan manusia dikuasai oleh awidya. Akibat awidya lebih lanjut ialah manusia dikuasai oleh hukum karma dan samsara, kelahiran kembali (purnabhawa). Hukum karma tadi dapat menyebabkan orang dilahirkan kembali sebagai manusia, binatang atau tumbuh-tumbuhan. Jika orang dilahirkan kembali sebagai manusia, hal itu adalah suatu keuntungan yang besar, sebab kelahiran kembali sebagai manusia memberi kesempatan untuk meningkatkan kesempurnaan hidup, guna mengatasi kesengsaraan. Itulah sebabnya dewa-dewa pun perlu dilahirkan kembali sebagai manusia dulu, agar dapat mencapai kebebasan abadi (nirwana).

B. Penciptaan Alam

Proses penciptaan alam semesta berawal dari tidak ada apa-apa, yang ada hanya Tuhan Yang Maha Esa (Paramasiwa/Nirguna Brahma/Tuhan Tidak berbentuk), sunyi, kosong, gelap, sepi dan hampa. Kemudian Tuhan mewujudkan diriNya menjadi Sadasiwa/Saguna Brahma (Tuhan berwujud) yang merupakan penunggalan dari Purusa (unsur dasar kejiwaan) dan Pradana (unsur dasar kebendaan). Baik Purusa maupun Prakerti keduanya adalah tanpa permulaan, sifatnya tidak dapat diamati.

Penyatuan keduanya (unsur dasar kejiwaan dan unsur dasar kebendaan) melahirkan Tiga sifat yang disebut Triguna yaitu
Satwam: sifat dasarnya tenang, terang dan menerangi.
Rajas: sifat dasarnya aktif dan dinamis.
Tamas: sifat dasarnya berat dan gelap, statis.

Alam ini dipandang oleh Hinduisme sebagai diciptakan oleh dewa Brahma berkali-kali, setelah berkali-kali mengalami kehancuran akibat kekuatan penghancur dari Siwa Mahakala. Dalam tiap-tiap penciptaan terdapat zaman-zaman yang mengandung 4 tingkatan (periode), yaitu:
1.      Kreta Yoga, adalah zaman terdapatnya kebahagiaan abadi.
2.      Dvapara Yoga, adalah zaman mulai timbulnya dosa/noda-noda.
3.      Treta Yoga, adalah zaman yang penuh sengsara dan merajalelanya dosa-dosa.
4.     Kali Yoga, adalah zaman yang penuh dengan kejahatan yang banyak menimpa umat manusia.

Akhirnya sebagai periode penutup, maka timbullah masa Pralaya yaitu kehancuran total dari pada alam. Tetapi sesudah itu dewa Brahma menciptakan lagi dunia baru yang dimulai pada Malam Brahma yang digambarkan sebagai malam gelap gulita.

Menurut pandangan agama Hindu terhadap alam semesta serta mahluk/manusia ciptaan Maha pencipta Sang Hyang Widhi ini, bahwa sebelum Hyang Widhi mencipta, sebenarnya tiada terdapat suatu apapun di alam semesta ini. Pustaka Upanisada (Brihad-aranyaka dan Chandogya-Upanisada) mengatakan: “sebelum diciptakan alam ini tidak ada apa-apa. Sebelum alam diciptakan hanya Hyang Widhi yang ada. Maha Esa dan tidak ada duanya”. Ciptaan Hyang Widhi adalah merupakan pancaran ke-Maha-Kuasaan-Nya (Wibhuti) Hyang Widhi Wasa sendiri. Wibhuti ini terpancar melalui tapa. Tapa adalah pemusatan tenaga fikiran yang terkeram hingga menimbulkan panas yang memancar. Dalam pustaka Taittrriya-Upanisadha ada disebutkan “Sang Hyang Widhi Wasa melakukan Tapa. Setelah melakukan Tapa, terciptalah semuanya, yaitu segala apa yang ada di alam ini. Setelah menciptakan, kedalam ciptaanNya itu Hyang Widhi menjadi satu”. Kekuatan Tapa-Nya menyebabkan terwujudnya dunia ini. Bentuk dunia ini bulat seperti telur, maka alam semesta ini dalam kitab Puruna disebut “Brahma-Anda” (telur Hyang Widhi).

Tegasnya Tuhan Yang Maha Esa/Sang Hyang Widhi menciptakan alam semesta ini daripada diriNya sendiri, tetapi karena ke-Maha-Kuasaan-Nya, dirinya itu tetap sempurna. Dalam kitab Upanisada ada diletakkan:
“Dari yang sempurna lahirlah yang sempurna, walaupun yang sempurna (Sang Hyang Widhi) diambil oleh yang sempurna (alam semesta) tetapi sisanya (Sang Hyang Widhi) tetap sempurna adanya”.

Menurut agama Hindu tidak dapat diketahui kapan alam semesta ini diciptakan, tetapi yang jelas adalah: Sang Hyang Widhi secara continue mengadakan ciptaan sebagai tersebut dalam kitab suci Bhagavadgita, Bab III, sloka 24:
“jika aku berhenti bekerja, dunia ini akan hancur-lebur. Dan aku jadi pencipta keruntuhan memusnahkan semua mahluk/manusia ini semua”

C. Hubungan Manusia dan Alam

konsep dasar agama Hindu tentang hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan hidup/alam dimulai dari konsep “Rta” dan “ Yadnya”.

Rta Sebagai bagian imanen (tak terpisahkan) dari alam. Manusia pada setiap tahap dalam kehidupannya dikuasai oleh fenomena dan hukum alam.

Yadnya merupakan hakikat hubungan antara manusia dengan alam yang terjadi dalam keadaan harmonis, seimbang antara unsur-unsur yang ada pada alam dan unsureunsur yang dimiliki oleh manusia. Hubungan timbal balik antara manusia dan alam harus selalu dijaga, salah satu cara yang dipakai untuk menjaga hubungan timbal balik ini.

Manusia hidup dalam suatu lingkungan tertentu. Manusia memperoleh bahan keperluan hidup dari lingkungannya. Manusia dengan demikian sangat tergantung kepada lingkungan/alam semesta. Oleh karena itu manusia harus selalu memperhatikan situasi dan kondisi lingkungannya. Lingkungan harus selalu dijaga dan dipelihara serta tidak dirusak. Lingkungan harus selalu bersih dan rapi. Lingkungan tidak boleh dikotori atau dirusak. Hutan tidak boleh ditebang semuanya, binatang-binatang tidak boleh diburu seenaknya, karena dapat menganggu keseimbangan alam. Lingkungan justu harus dijaga kerapiannya, keserasiannya dan kelestariannya. Lingkungan yang ditata dengan rapi dan bersih akan menciptakan keindahan. Keindahan lingkungan dapat menimbulkan rasa tenang dan tenteram dalam diri manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar