tanpa judul

Vishnu

Jumat, 29 Mei 2015

Ajaran Hindu Tentang Catur Marga


A.    Pengertian dan Tujuan Catur Marga

Catur marga berasal dari dua kata yaitu catur dan marga. Catur berarti empat dan marga berarti jalan/cara atapun usaha, jadi Catur Marga adalah empat jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. ‘jalan’ atau upaya menghubungkan atman dengan brahman sehingga ada ‘kedekatan’ untuk tujuan kemuliaan atman, dengan harapan semoga jika tiba saatnya kita wafat, atman dapat bersatu dengan brahman. Dengan kata lain, untuk mencapai moksa, yakni tujuan hidup tertinggi dari catur purushartha (dharma, artha, kama, moksa). Catur marga juga sering disebut dengan catur marga yoga.

Di dalam agama Hindu tidak ada suatu keharusan untuk menempuh satu-satu jalan, karena semua jalan untuk menuju Tuhan Yang Maha Esa diturunkan oleh-Nya untuk memudahkan umat-Nya menuju kepada-Nya. Empat jalan untuk menghubungkan diri, yang dimaksud adalah menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Usaha untuk menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa akan berhasil bila didukung dengan metode, media maupun lokasi spiritual yang kondusif untuk itu, di samping personalitas pribadi orang yang menghubungkan diri kepada-Nya.

Sumber ajaran catur marga ada diajarkan dalam pustaka suci Bhagawadgita, terutama pada trayodhyaya tentang karma yoga marga yakni sebagai satu sistem yang berisi ajaran yang membedakan antara ajaran subha karma (perbuatan baik) dengan ajaran asubha karma (perbuatan yang tidak baik) yang dibedakan menjadi perbuatan tidak berbuat (akarma) dan wikarma (perbuatan yang keliru).

Berikut sloka yang mendukung adanya perbedaan jalan dalam menuju Tuhan;

“Yo yo yām yām tanum bhaktah śraddhayārcitum icchati, tasya tasyācalām śraddhām tām eva vidadhāmy aha” (Bhagawadgita, 7:21)
Artinya: “Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang,
Aku perlakukan mereka sama dan
Ku-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap”

“E yathā mām prapadyante tāms tathaiva bhajāmy aham, mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśa” (Bhagawadgita, 4:11)
Artinya: “Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku, Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku dengan berbagai jalan, wahai putera Partha”

 B.     Macam-Macam Catur Marga

Perenungan:“Iyam hi yonih prathamā yonih prāpya jagatipate, ātmānam akyate trātum karmabhih ubhalakaaih”.

“Apan iking dadi wwang, utama juga ya, nimitaning mangkana, wénang ya tumulung awaknya sangkeng sangsāra, makasādhanang ubhakarma, hinganing kotamaning dadi wwang”.

Terjemahannya adalah.
“Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia”. (Sarasamuçcaya I.4).

1. Bhakti Marga
Sivananda (1997:129-130) menyatakan bahwa bhakti merupakan kasih sayang yang mendalam kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan jalan kepatuhan atau bhakti. Bhaktiyoga disenangi oleh sebagian besar umat manusia. Tuhan merupakan pengejawantahan dari kasih sayang, dan dapat diwujudkan melalui cinta kasih seperti cinta suami kepada istrinya yang menggelora. Cinta kepada Tuhan harus selalu. Mereka yang
mencintai Tuhan diutamakan tak memiliki keinginan ataupun kesedihan. Ia tak pernah mem- benci makhluk hidup atau benda apa pun, dan tak pernah tertarik dengan objek-objek duniawi.

2. Jnana Marga
Sivanada (1993:133-134) menyatakan bahwa jñanayoga merupakan jalan pengetahuan. Moksa (tujuan hidup tertinggi manusia berupa penyatuan dengan Tuhan Yang Maha Esa) dicapai melalui pengetahuan tentang Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Pelepasan dicapai melalui realisasi identitas dari roh pribadi dengan roh tertinggi atau Brahman. Penyebab ikatan dan penderitaan adalah avidya atau ketidaktahuan. Jiwa kecil, karena ketidaktahuan secara bodoh menggambarkan dirinya terpisah dari Brahman. Avidya bertindak sebagai tirai
atau layer dan menyelubungi jiwa dari kebenaran yang sesungguhnya, yaitu bersifat Tuhan. Pengetahuan tentang Brahman atau Brahmajñana membuka selubung ini dan membuat jiwa bersandar pada Sat-Cit-Ananda Svarupa (sifat utamanya sebagai keberadaan kesadaran- kebahagian mutlak) dirinya.

3. Karma Marga
Karma yoga adalah jalan pelayanan tanpa pamrih, yang membawa pencapaian menuju Tuhan melalui kerja tanpa pamrih. Yoga ini merupakan penolakan terhadap buah perbuatan. Karma yoga mengajarkan bagaimana bekerja demi untuk kerja itu, yaitu tiadanya keterikatan. Demikian juga bagaimana menggunakan tenaga untuk keuntungan yang terbaik. Bagi seorang Karmayogin, kerja adalah pemujaan, sehingga setiap pekerjaan dialihkan menjadi suatu pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seorang Karmayogin tidak terikat
oleh karma (hukum sebab akibat), karena ia mempersembahkan buah perbuatannya kepada Tuhan yang Maha Esa. Penjelasan tentang setiap pekerjaan dilaksanakan sebagai wujud bhakti kepada Tuhan yang Maha Esa dijelaskan dalam Bhagavad Gita IX.27-28.

4. Yoga Marga
Raja Yoga adalah jalan yang membawa penyatuan dengan Tuhan Yang Maha Esa, melalui pengekangan diri dan pengendalian diri dan pengendalian pikiran. Raja yoga mengajarkan bagaimana mengendalikan indra-indra dan vritti mental atau gejolak pikiran yang muncul dari pikiran melalui tapa, brata, yoga dan samadhi. Dalam Hatha Yoga terdapat disiplin fisik, sedangkan dalam Raja Yoga terdapat disiplin pikiran. Melakukan Raja Marga Yoga hendaknya dilakukan secara bertahap melalui Astāngga yoga yaitu delapan tahapan yoga, yang meliputi yama, niyama, asana, pranayama, pratyahara, dharana, dhyana, dan samadhi. Seseorang yang melaksanakan ajaran Raja Marga Yoga disebut dengan sebutan yogi.
Konsentrasi dan meditasi menuntun menuju samadhi atau pengalaman supra sadar, yang memiliki beberapa tingkatan pendakian, disertai atau tidak disertai dengan pertimbangan (vitarka), analisa (vicara), kebahagiaan (ananda), dan kesadaran diri (asmita). Demikian, kailvaya atau kemerdekaan tertinggi dicapai. Dari keempat jalan tersebut semuanya adalah sama, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah, semuanya baik dan utama tergantung pada kepribadian, watak dan kesanggupan manusia untuk melaksanakannya.

Keempat jalan (marga) itu dapat dilakukan diberbagai tempat dan waktu sesuai kemampuan seseorang dan keempatnya tidak dapat dipisahkan karena dalam prakteknya saling berkaitan. Misalnya sembahyang , keempat cara (marga) itu dapat diamalkan sekaligus yaitu :
- rasa hormat atau berserah merupakan wujud bhakti marga.
- Menyiapkan sarana kebhaktian merupakan wujud karma marga.
- Pemahaman tentang sembahyang merupakan wujud jnana marga. 
- Duduk tegak-tenang-konsentrasi merupakan wjud raja marga.

     Jika direnungkan dan diperhatikan maka sesungguhnya pengamalan agama Hindu sangat mudah, praktis dan lues. Keluesan itu disebabkan karena agama Hindu dapat dilaksanakan :
- Dengan mempraktekan Catur Marga
- Oleh seluruh umat tanpa terkecuali
- Disegala tempat, waktu dan keadaan
- Tidak harus dengan materi
- Sesuai dengan kemampuan umat
- Sesuai dengan adat istiadat karena Hindu menjiwai adat istiadat.

     Demikian agama Hindu dapat diamalkan selama 24 jam setiap hari dengan cara serta bentuk pengamalan  yang beraneka ragam. Untuk itu umat Hindu tidak patut memaksakan bentuk pengamalan agama agar seragam dari segi materi maupun bentuk material lainnya, apalagi keseragaman jumlah uang. Namun yang harus sama dan seragam ialah prinsip dasar ajaran agama. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar