A. Pengertian dan Tujuan Catur Marga
Catur marga berasal dari dua kata yaitu catur dan marga.
Catur berarti empat dan marga berarti jalan/cara atapun usaha, jadi Catur Marga
adalah empat jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan
Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. ‘jalan’ atau upaya
menghubungkan atman dengan brahman sehingga ada ‘kedekatan’ untuk tujuan
kemuliaan atman, dengan harapan semoga jika tiba saatnya kita wafat, atman
dapat bersatu dengan brahman. Dengan kata lain, untuk mencapai moksa, yakni
tujuan hidup tertinggi dari catur purushartha (dharma, artha, kama, moksa).
Catur marga juga sering disebut dengan catur marga yoga.
Di dalam agama Hindu tidak ada suatu keharusan untuk
menempuh satu-satu jalan, karena semua jalan untuk menuju Tuhan Yang Maha Esa
diturunkan oleh-Nya untuk memudahkan umat-Nya menuju kepada-Nya. Empat jalan
untuk menghubungkan diri, yang dimaksud adalah menghubungkan diri dengan Tuhan
Yang Maha Esa. Usaha untuk menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa akan
berhasil bila didukung dengan metode, media maupun lokasi spiritual yang
kondusif untuk itu, di samping personalitas pribadi orang yang menghubungkan
diri kepada-Nya.
Sumber ajaran catur marga ada diajarkan dalam pustaka suci
Bhagawadgita, terutama pada trayodhyaya tentang karma yoga marga yakni sebagai
satu sistem yang berisi ajaran yang membedakan antara ajaran subha karma
(perbuatan baik) dengan ajaran asubha karma (perbuatan yang tidak baik) yang
dibedakan menjadi perbuatan tidak berbuat (akarma) dan wikarma (perbuatan yang
keliru).
Berikut sloka yang mendukung adanya perbedaan jalan dalam
menuju Tuhan;
“Yo
yo yām yām tanum bhaktah śraddhayārcitum icchati, tasya tasyācalām
śraddhām tām eva vidadhāmy aha” (Bhagawadgita, 7:21)
Artinya: “Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang,
Aku perlakukan mereka sama dan
Ku-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap”
Artinya: “Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang,
Aku perlakukan mereka sama dan
Ku-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap”
“E
yathā mām prapadyante tāms tathaiva bhajāmy aham, mama vartmānuvartante
manusyāh pārtha sarvaśa”
(Bhagawadgita, 4:11)
Artinya: “Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku, Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku dengan berbagai jalan, wahai putera Partha”
Artinya: “Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku, Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku dengan berbagai jalan, wahai putera Partha”
B. Macam-Macam Catur Marga
Perenungan:“Iyam
hi yonih prathamā yonih prāpya jagatipate, ātmānam ṣakyate trātum karmabhih ṡubhalakṣaṇaih”.
“Apan
iking dadi wwang, utama juga ya, nimitaning mangkana, wénang ya tumulung
awaknya sangkeng sangsāra, makasādhanang ṡubhakarma, hinganing kotamaning dadi
wwang”.
Terjemahannya
adalah.
“Menjelma
menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia
dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang)
dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi
manusia”. (Sarasamuçcaya I.4).
1.
Bhakti Marga
Sivananda
(1997:129-130) menyatakan bahwa bhakti merupakan kasih sayang yang mendalam
kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan jalan kepatuhan atau bhakti.
Bhaktiyoga disenangi oleh sebagian besar umat manusia. Tuhan merupakan
pengejawantahan dari kasih sayang, dan dapat diwujudkan melalui cinta kasih
seperti cinta suami kepada istrinya yang menggelora. Cinta kepada Tuhan harus
selalu. Mereka yang
mencintai
Tuhan diutamakan tak memiliki keinginan ataupun kesedihan. Ia tak pernah mem-
benci makhluk hidup atau benda apa pun, dan tak pernah tertarik dengan objek-objek
duniawi.
2.
Jnana Marga
Sivanada
(1993:133-134) menyatakan bahwa jñanayoga merupakan jalan pengetahuan. Moksa
(tujuan hidup tertinggi manusia berupa penyatuan dengan Tuhan Yang Maha Esa)
dicapai melalui pengetahuan tentang Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Pelepasan
dicapai melalui realisasi identitas dari roh pribadi dengan roh tertinggi atau
Brahman. Penyebab ikatan dan penderitaan adalah avidya atau ketidaktahuan. Jiwa
kecil, karena ketidaktahuan secara bodoh menggambarkan dirinya terpisah dari Brahman.
Avidya bertindak sebagai tirai
atau
layer dan menyelubungi jiwa dari kebenaran yang sesungguhnya, yaitu bersifat
Tuhan. Pengetahuan tentang Brahman atau Brahmajñana membuka selubung ini dan
membuat jiwa bersandar pada Sat-Cit-Ananda Svarupa (sifat utamanya sebagai
keberadaan kesadaran- kebahagian mutlak) dirinya.
3.
Karma Marga
Karma
yoga adalah jalan pelayanan tanpa pamrih, yang membawa pencapaian menuju Tuhan
melalui kerja tanpa pamrih. Yoga ini merupakan penolakan terhadap buah
perbuatan. Karma yoga mengajarkan bagaimana bekerja demi untuk kerja itu, yaitu
tiadanya keterikatan. Demikian juga bagaimana menggunakan tenaga untuk
keuntungan yang terbaik. Bagi seorang Karmayogin, kerja adalah pemujaan,
sehingga setiap pekerjaan dialihkan menjadi suatu pemujaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Seorang Karmayogin tidak terikat
oleh
karma (hukum sebab akibat), karena ia mempersembahkan buah perbuatannya kepada
Tuhan yang Maha Esa. Penjelasan tentang setiap pekerjaan dilaksanakan sebagai
wujud bhakti kepada Tuhan yang Maha Esa dijelaskan dalam Bhagavad Gita
IX.27-28.
4.
Yoga Marga
Raja
Yoga adalah jalan yang membawa penyatuan dengan Tuhan Yang Maha Esa, melalui
pengekangan diri dan pengendalian diri dan pengendalian pikiran. Raja yoga
mengajarkan bagaimana mengendalikan indra-indra dan vritti mental atau gejolak
pikiran yang muncul dari pikiran melalui tapa, brata, yoga dan samadhi. Dalam
Hatha Yoga terdapat disiplin fisik, sedangkan dalam Raja Yoga terdapat disiplin
pikiran. Melakukan Raja Marga Yoga hendaknya dilakukan secara bertahap melalui
Astāngga yoga yaitu delapan tahapan yoga, yang meliputi yama, niyama, asana,
pranayama, pratyahara, dharana, dhyana, dan samadhi. Seseorang yang
melaksanakan ajaran Raja Marga Yoga disebut dengan sebutan yogi.
Konsentrasi
dan meditasi menuntun menuju samadhi atau pengalaman supra sadar, yang memiliki
beberapa tingkatan pendakian, disertai atau tidak disertai dengan pertimbangan
(vitarka), analisa (vicara), kebahagiaan (ananda), dan kesadaran diri (asmita).
Demikian, kailvaya atau kemerdekaan tertinggi dicapai. Dari keempat jalan
tersebut semuanya adalah sama, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah,
semuanya baik dan utama tergantung pada kepribadian, watak dan kesanggupan
manusia untuk melaksanakannya.
Keempat jalan (marga) itu dapat dilakukan diberbagai tempat
dan waktu sesuai kemampuan seseorang dan keempatnya tidak dapat dipisahkan
karena dalam prakteknya saling berkaitan. Misalnya sembahyang , keempat cara
(marga) itu dapat diamalkan sekaligus yaitu :
-
rasa hormat atau berserah merupakan wujud bhakti marga.
-
Menyiapkan sarana kebhaktian merupakan wujud karma marga.
-
Pemahaman tentang sembahyang merupakan wujud jnana marga.
-
Duduk tegak-tenang-konsentrasi merupakan wjud raja marga.
Jika direnungkan dan diperhatikan maka sesungguhnya pengamalan
agama Hindu sangat mudah, praktis dan lues. Keluesan itu disebabkan karena
agama Hindu dapat dilaksanakan :
-
Dengan mempraktekan Catur Marga
-
Oleh seluruh umat tanpa terkecuali
-
Disegala tempat, waktu dan keadaan
-
Tidak harus dengan materi
-
Sesuai dengan kemampuan umat
-
Sesuai dengan adat istiadat karena Hindu menjiwai adat istiadat.
Demikian agama Hindu dapat diamalkan selama 24 jam setiap hari
dengan cara serta bentuk pengamalan yang beraneka ragam. Untuk itu umat
Hindu tidak patut memaksakan bentuk pengamalan agama agar seragam dari segi
materi maupun bentuk material lainnya, apalagi keseragaman jumlah uang. Namun
yang harus sama dan seragam ialah prinsip dasar ajaran agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar