tanpa judul

Vishnu

Kamis, 25 Juni 2015

Upacara Api Homa Pemberkahan Kurukulle Bhagavati

Keterangan: Video Upacara Api Homa Pemberkahan Kurukulle Bhagavati

Upacara Api Homa Pemberkahan Kurukulle Bhagavati
Upacara Api Homa Pemberkahan Kurukulle Bhagawati adalah Amithaba Buddha, yang merupakan cinta kasih bagi Tibet dan India. Kadang disebut juga Bunda penerang (Zuo-ming Fo-mu). makna dari penerang adalah berfungsi sebagai metode Sadhana dengan Ragavidyaraja sama-sama sebagai Mahavasikaranatha.
Kurukulla Bhagavati memegang sebuah busur, panah, tali dan kaitan. Kurukulla Bhagavati tidak hanya menganugerahkan cinta kasih bagi pria dan wanita, namun beliau juga mnganugerahkan keharmonisan dalam keluarga, pekerjaan dan masyarakat. Bahkan mampu memikat semua insan untuk bersarana kepadaNya. Kurukulla Bhagavita mempunyai wibawa agung, mempunyai power yang sangat besar, merupakan Adinata penuh wibawa, juga mampu menaklukkan kejahatan.
Upacara Pemberkatan Pernikahan
Keterangan: Video Pemberkatan Pernikahan

Upacara Pawiwahan Pernikahan Umat Hindu Di Surabaya

Keterangan: Upacara Pewawihan Pernikahan

Upacara Pawiwahan di Surabaya
Dalam agama Hindu di Bali, istilah perkawinan biasa disebut pawiwahan. Pawiwahan berarti ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal yang diakui oleh hukum negara, agama dan adat.
Tujuan Wiwahan Menurut Agama
Hindu pada dasarnya manusia selain sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial, sehingga mereka harus hidup bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. Tuhan telah menciptakan manusiadengan berlainan jenis kelamin, yaitu pria dan wanita. Telah menjadi kodratnya sebagai makhluk social bahwa setiap pria dan wanita mempunyai naluri untuk saling mencintai dan saling membutuhkan dalam segala bidang. Sebagai tanda seseorang menginjak masa ini diawali dengan proses perkawinan yang merupakan peristiwa suci dan kewajiban bagi umat Hindu.
            Dalam video ini juga menampilkan upacaraYajna potong gigi, atau dalam komunitas hindu bali disebut metatah, mepandes atau mesangih. Dalam upacara ini baik laki-laki mau pun perempuan, enam gigi mereka diratakan dengan alat kikir, yaitu dua gigi taring dan empat gigi tengah. Keenam gigi itu melambangkan Sad Ripu atau enam sifat buruk yang ada dalam diri setiap manusia, yakni nafsu (kama), rakus (loba), marah (kroda), mabuk (mada), bingung (moha) dan dengki (matsarya).
            Upacara Mapandes merupakan upacara Sarira Samskara yakni untuk menyucikan diri pribadi seseorang, guna dapat lebih mendekatkan diri kepada Sang HyangWidhi, para dewa dan leluhur.
Upacara Perkawinan
Keterangan: Video Upacara Perkawinan

Upacara perkawinan Karyana dan Reni
            Upacara yang didokumentasikan dalam video ini merupakan upacara perkawinan (wiwahasamkara) yang dilakukan dirumah pengantin pria. Dimana pengantin pria memikul tegen-tegenan dan pengantin wanita menjunjung suhun-suhunan sambil membawa sapulidi tiga biji, keduanya berjalan mengelilingi sanggah surya (apisuci/agnihorta) ke arah purwadaksina (arahjarum jam). Kedua pengantin berjalan tujuh langkah bersama untuk menandai awal perjalanan mereka melalui kehidupan bersama. Setiap langkah merupakan sumpah perkawinan.
            Kemudian diteruskan dengan berkeliling sebanyak 7 kali. Pada setiap putaran, kedua mempelai menendang serabut kelapa yang di dalamnya berisi telur dan diikat dengan benang tridhatu. Sebagai tekad bahwa kedua mempelai secara bersama-sama siap menyingkirkan segala cobaan yang dihadapi dalam kehidupan rumah tangganya kelak.
Upacara Ngaben
Keterangan: Video Upacara Ngaben di Bali

Ngaben
Ngaben merupakan salah satu upacara besar di Bali. Dalam Hindu, diyakini bahwa Dewa Brahma selain sebagai dewa pencipta juga adalah dewa api. Jadi ngaben adalah  proses penyucian roh dengan menggunakan sarana api, sehingga bisa kembali ke sang pencipta yaitu Brahma. Fase pertama sebagai kewajiban suci umat Hindu terhadap leluhurnya, dengan melakukan prosesi pembakaran jenazah. Jenazah diletakan selayaknya sedang tidur dan keluarga yang ditinggalkan akan senantiasa beranggapan demikian. Upacara ngaben biasanya dilakukan dengan semarak, tidak ada isak tangis, karena di Bali ada suatu keyakinan bahwa kita tidak boleh menangisi orang yang sudah meninggal, karena akan menghambat perjalanan sang arwah menuju tempatnya.

            Dalam video ini memperlihatkan bagaimana proses pembakaran jenazah dengan menggunakan bade dan lembu atau wadah berbentuk vihara atau Padma, sebagai symbol rumah Tuhan. Setelah mayat diletakan di bade, secara beramai-ramai ketempat upacara ngaben, diiringi dengan gamelan, kidung suci dan diikuti seluruh keluarga dan masyarakat. Di depan bade terdapat kain putih yang panjang yang bermakna sebagai pembuka jalan sang arwah menuju tempat asalnya. Prosesi ngaben juga dilakukan dengan berbagai proses upacara dan sarana upakara berupa sajen dan kelengkapannya, sebagai symbol-simbol seperti halnya ritual lain yang sering digunakan umat Hindu Bali.
Upacara Nyambutin Tiga Bulanan Ngurah

Keterengan: Video Upacara Nyambut Tiga Bulanan

Upacara Tiga Bulanan
            Upacara tiga bulanan atau yang disebut upacara nelu bulanin dilaksanakan pada saat bayi berusia 105 hari atau tiga bulan menurut perhitungan kalender Bali, yaitu 3 x 35 hari = 105 hari. Tujuannya untuk berterima kasih kepada nyama bajang (kelompok kekuatan Ida Sang Hyang Widhi) yang bertugas membantukan dapat atau ari-ari, lamas, getih dan yehnyom dalam menjaga si bayi sewaktu masih dalam kandungan, menguatkan kedudukan atman yang “numitis” di tubuh si bayi, menyucikan si bayi dam meresmikan nama yang diberikan orang tua kepada si bayi.

            Tata cara yang dilakukan saat upacara yaitu seorang Pandita/Pinandita memohon tirtha panglukatan, kemudian Pandita/Pinandita melakukan pemujaan, memerciki tirtha pada sajen dan pada si bayi, doa dan persembahyangan untuk si bayi yang dilakukan oleh ibu bapaknya, kemudian si bayi diberikan tirtha pengening, dan terakhir si bayi diberi natab sajen ayaban, yang berarti memohon keselamatan.

Kamis, 04 Juni 2015

Sejarah Pura Aditya Jaya



Keterangan: Foto kunjungan ke Pura Aditya Jaya Rawamangun bersama Dosen Pengampu Syaiful Azmi
       

Pura Aditya Jaya adalah sebuah pura Hindu yang lokasinya berada di daerah Rawamangun, Jakarta Timur. Pura ini memiliki bangunan dengan dinding dan ornament yang  bergaya khas Bali dan terdapat banyak pohon-pohon besar yang rindang di sekeliling kompleks.
Sejarah didirikannya Pura Aditya Jaya Rawamangun ini, tidak lepas dari sejarah perjuangan umat Hindu di DKI Jakarta oleh ‘Suka Duka Hindu Bali (SDHB)’. Kemudian berganti nama menjadi ‘Suka Duka Hindu Dharma (SDHD)’ atas saran IB Mastra, Dirjen Bimas Hindu dan Budha. Menyusul cita-cita pendirian Pura yang dipertajam dengan mendirikan Yayasan ‘Pitha Maha’ dibawah pimpinan Ida Bagus Manuaba, anggota Dewan Konstituante, I Gusti Subania, Menteri Koordinator, I Nyoman Wiratha, anggota DPRD DKI Jakarta.
Ketika itu, presiden pertama RI, Ir Soekarno, yang akrab disebut Bung Karno, menyambut baik gagasan membangun Pura, bagi umat Hindu di Jakarta. Oleh karenanya Bung Karno, pada tahun 1960-an menawarkan tanah di Lapangan Banteng kepada umat Hindu untuk beribadah. Tetapi entah apa pasalnya, rencana pembangunan Pura Hindu di lapangan Banteng tersebut batal. Kemudian berlanjut pada tahun 1962-an kembali ditawarkan lokasi baru di ancol. Namun umat Hindu keberatan, sebab lokasi tersebut pada masa itu berlumpur, berbau anyir. Berbeda dengan keadaan ancol masa kini dengan ancol masa lalu. Terutama setelah ancol disulap oleh pemilik modal dijadikan lahan komersil taman hiburan.
Saat umat Hindu di Jakarta berharap cemas menunggu batas waktu kapan secepatnya memperoleh lokasi yang tepat untuk membangun ‘Pura’ di Jakarta. Tanpa diketahui lebih dulu, Ir Sutami, Menteri Pekerjaan Umum, dijaman pemerintahan Bung Karno, menawarkan lokasi baru yang memungkinkan untuk membangun ‘Pura’. Pak Menteri dipandang sebagai sosok pejabat negara yang waktu itu dikenal sebagai orang dekat Bung Karno. Lokasi tersebut berada diwilayah Jakarta Timur. Tepatnya dijalan Rawamangun Muka No. 10, tak jauh dari lapangan Golf Rawamangun, Jakarta Timur.
Dibarengi ucapan rasa syukur kepada Tuhan, Yayasan ‘Pitha Maha’ dan seluruh umat Hindu di Jakarta, lokasi tersebut sangat tepat untuk pembangunan ‘Pura’ yang kini bediri megah dan indah. Dinamai ‘Pura Aditya Jaya’ Penggunaan lokasi tersebut dikuatkan oleh Ir. Sutami, yang menerbitkan surat No. 36/KPTS/1976 yang memberi izin untuk menggunakan tanah yang dikuasai Dept. PU cq Ditjen Bina Marga (yaitu tempat Pura Aditya Jaya sekarang, sebagai tempat persembahyangan bagi umat Hindu di Jakarta dan sekitarnya). Pemberian izin oleh Menteri PU didukung oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, yang bijaksana dan berwawasan luas didalam membangun kota Jakarta menjadi Kota Metropolitan.
Pura Aditya Jaya ini dibangun dalam tujuh tahapan. Pertama dimulai tahun 1972 dan tahap akhir dilakukan tahun 1997. Areal Pura Aditya boleh dibilang cukup luas. Disitu terdapat sejumlah bangunan dan ornament bergaya khas Bali. Suasana Pura juga mirip taman hijau yang terlindung dari sengatan panas matahari karena lebatnya pepohonan rindang disekeliling areal. Masyarakat pemeluk agama Hindu bersyukur kepada Tuhan, kepada Bung Karno dan beberapa pejabat teras lainnya karena harapan dibangunnya Pura di Jakarta telah terpenuhi. Terlebih Pura besar itu berada di Jakarta atau Ibukota Negara Indonesia. Pura Aditya Jaya tak hanya digunakan untuk melakukan ritual keagama umat Hindu. Melainkan juga masyarakat umum yang ingin menikmati keheningan dan kedamaian hati bisa masuk ke dalam sebuah candi ditengah hangar bingarnya kehidupan keras di Kota Metropolitan Jakarta yang dulu pernah dijuluki ‘Kampung terbesar didunia’.

Pada hari-hari biasa, umat Hindu maupun pengunjung umum lainnya diarahkan melalui pintu masuk dari jalan Daksinapati Raya 10, tak jauh dari Lapangan Golf Rawamangun Muka, Jakarta Timur. Tetapi pada hari-hari tertentu semisal pada upacara keagamaan Hari Raya ‘Galungan dan Kuningan’, Hari Purnama Tilem’, ‘Waisak’, ‘Nyepi’ dll, pengunjung dipersilahkan masuk melalui pintu gerbang yang menganga lebar. Dari gerbang itulah sejumlah besar pengunjung yang berlipat ganda, ‘tumplek-blek’ memenuhi seluruh areal Pura.
Pintu gerbang tersebut memang hanya dibuka pada hari-hari besar upacara keagamaan. Ditambah dua pintu lainnya yang selalu dibuka pada hari-hari biasa. Sehingga pengunjung, leluasa masuk tanpa hambatan. Dan lagi Pintu gerbang utama, letaknya strategis berhadapan langsung dengan By Pass atau jalan Tol Cawang-Tanjung Priok’, Sehingga memudahkan pengunjung berkendaraan roda empat, langsung masuk lapangan parkir yang menganga lebar.
Pada upacara besar keagamaan yang berlangsung enam kali dalam setahun, menjadi ajang umat Hindu bersembahyang secara berjamaah. Bahkan sejumlah pengunjung umum seperti wisatawan lokal maupun internasional tertarik untuk menikmati suasana yang sungguh memikat di samping kenyamanan areal ‘Pura Aditya’ yang sudah banyak dikenal orang asing.
Ketika memasuki wilayah pura dari arah timur, ada sejumlah gazebo beratap rumbia yang keempat tiangnya dibebat dengan kain poleng. Di wilayah luar Pura Aditya Jaya yang disebut Nista Mandala atau Jaba Sisi ini terdapat Rumah Tunggu, toko buku yang menjual buku-buku tentang ajaran agama Hindu, kantin yang cukup menyenangkan, Bale Gede dan dapur.
Salah satu arca yang menarik perhatian di dalam Pura Aditya Jaya adalah arca Dewi Saraswati, istri Dewa Brahma. Arca dewi ilmu pengetahuan dan seni ini letaknya berada jauh di dalam wilayah utama mandala, persis di belakang candi lebih kecil yang terletak di sayap sebelah kanan pura.
Pura pertama yang dibangun dan didirikan di Jakarta ini, lokasinya sangat strategis berada disebelah timur lintasan tol Cawang-Tanjung Priok atau sering disebut dengan Jalan Layang A. Yani. Lokasi pura memang berada dipersimpangan Jl. A. Yani dengan Jl. Rawamangun. Pura yang hampir setiap hari dikunjungi ini, memiliki sejarah yang sangat panjang mulai dari sebuah sanggar sebagai tanda yang hingga sekarang ini berdiri sangat megah dengan halaman yang sangat luas. Pada hari Sabtu dan Minggu, pengunjung pura sangat ramai, lebih-lebih saat diselenggarakannya Pendidikan Agama bagi anak-anak yang beragama Hindu mulai dari SD-SMP dan SMA termasuk juga mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang ingin memperoleh nilai agama untuk memenuhi nilai SKS-nya. Bahkan sekarang sudah berdiri Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH).
keterangan: Foto menjalin persahabatan dengan umat hindu di Pura Aditya Jaya Rawamangun

Kumpulan Peninggalan Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia

Candi Yang Bercorak Hindu

1.      Candi Gunung Wukir
Keterangan: Gambar Candi Gunung Wukir

Candi Gunung Wukir atau Candi Canggal adalah candi Hindu yang berada di dusun Canggal, kalurahan Kadiluwih, kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah. Candi ini tepatnya berada di atas bukit Gunung Wukir dari lereng gunung Merapi pada perbatasan wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Menurut perkiraan, candi ini merupakan candi tertua yang dibangun pada saat pemerintahan raja Sanjaya dari zaman Kerajaan Mataram Kuno, yaitu pada tahun 732 M (654 tahun Saka).

2.      Candi Pringapus
Keterangan: Gambar Candi Pringapus

Candi Pringapus adalah candi di desa Pringapus, Ngadirejo, Temanggung 22 Km arah barat laut ibu kota kabupaten Temanggung. Arca-arca berartistik Hindu yang erat kaitanya dengan Dewa Siwa menandakan bahwa Candi Pringapus bersifat Hindu Sekte Siwaistis. Candi tersebut dibangun pada tahun tahun 772 C atau 850 Masehi menurut prasasti yang ditemukan di sekitar candi ketika diadakan restorasi pada tahun 1932.
Candi ini merupakan Replika Mahameru, nama sebuah gunung tempat tinggal para dewata. Hal ini terbukti dengan adanya adanya hiasan Antefiq dan Relief Hapsara-hapsari yang menggambarkan makhluk setengah dewa. Candi Pringapus bersifat Hindu Sekte Siwaistis.

3.      Candi Dieng
Keterangan: Gambar Candi Dieng

Candi Dieng, Warisan Maha Karya Abad ke 7 Dari Dinasti Sanjaya ini masih bisa anda nikmati kemegahannya di Dataran Tinggi Dieng. Dulu, hampir sebanyak 400 candi pernah berdiri di tempat yang dijuluki negeri para Dewa ini sehingga Dieng kumpulan Candi Di Dieng di sebut juga sebagai Kompleks Candi Hindu Jawa.
Berdasarkan Prasasti yang ditemukan di situs Dieng, Candi-candi tersebut diperkirakan didirikan pada abad VIII sampai abad XIII Masehi, sebagai wujud kebaktian kepada Dewa Syiwa dan Sakti Syiwa(istri Syiwa).
Dilihat dari 21 Bangunan, Candi Dieng terbagi menjadi 5 Kelompok. 4 Kelompok bangunan ceremonial site( tempat pemujaan) yaitu: Kelompok Candi Arjuna (pendawa 5)
Kelompok Candi Gatut Kaca Kelompok Candi Bhima Kelompok Chandi Dwarawati/Parikesit. Kelompok Candi Magersari. Dan Kelompok Kelima adalah bangunan tempat tinggal (setlement site) yang sisa-sisa puingnya masih bisa anda lihat disekitaran komplek candi Arjuna. Baru-baru ini, Komplek candi yang lain juga ditemukan, yaitu Candi Setyaki.

4.      Candi Prambanan
Keterangan: Gambar Candi Prambanan

Candi Prambanan atau Candi Rara Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 Masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna 'Rumah Siwa'), dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.
Candi ini terletak di desa Prambanan, pulau Jawa, kurang lebih 20 kilometer timur Yogyakarta, 40 kilometer barat Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi Rara Jonggrang terletak di desa Prambanan yang wilayahnya dibagi antara kabupaten Sleman dan Klaten.
Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia, sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks gugusan candi-candi yang lebih kecil. Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara, candi Prambanan menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.
Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa kerajaan Medang Mataram.

5.      Candi Gedong Songo
Keterangan: Candi Gedong Songo

Candi Gedong Songo adalah nama sebuah komplek bangunan candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Indonesia tepatnya di lereng Gunung Ungaran. Di kompleks candi ini terdapat sembilan buah candi.
Candi ini diketemukan oleh Raffles pada tahun 1804 dan merupakan peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 Masehi).
Candi ini memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di Wonosobo. Candi ini terletak pada ketinggian sekitar 1.200 Masehi di atas permukaan laut sehingga suhu udara disini cukup dingin (berkisar antara 19-27 °C). Lokasi 9 candi yang tersebar di lereng Gunung Ungaran ini memiliki pemandangan alam yang indah. Selain itu, obyek wisata ini juga dilengkapi dengan pemandian air panas dari mata air yang mengandung belerang, area perkemahan, dan wisata berkuda.

6.      Candi Panataran
Keterangan: Gambar Candi Panataran

Candi Penataran atau Candi Panataran atau nama aslinya adalah Candi Palah adalah sebuah gugusan candi bersifat keagamaan Hindu Siwaitis yang terletak di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Candi termegah dan terluas di Jawa Timur ini terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar, pada ketinggian 450 meter di atas permukaan laut. Dari prasasti yang tersimpan di bagian candi diperkirakan candi ini dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kadiri sekitar tahun 1200 Masehi dan berlanjut digunakan sampai masa pemerintahan Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1415.
Dalam kitab Desawarnana atau Nagarakretagama yang ditulis pada tahun 1365, Candi ini disebut sebagai bangunan suci "Palah" yang dikunjungi Raja Hayam Wuruk dalam perjalanan kerajaan bertamasya keliling Jawa Timur. Pada tahun 1995 candi ini diajukan sebagai calon Situs Warisan Dunia UNESCO dalam daftar tentatifnya.

7.      Candi Cetho
Keterangan: Gambar Candi Cetho

Candi Cetho merupakan sebuah candi bercorak agama Hindu peninggalan masa akhir pemerintahan Majapahit (abad ke-15). Laporan ilmiah pertama mengenainya dibuat oleh Van de Vlies pada 1842. A.J. Bernet Kempers juga melakukan penelitian mengenainya. Ekskavasi (penggalian) untuk kepentingan rekonstruksi dilakukan pertama kali pada tahun 1928 oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda. Berdasarkan keadaannya ketika reruntuhannya mulai diteliti, candi ini memiliki usia yang tidak jauh dengan Candi Sukuh. Lokasi candi berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, pada ketinggian 1400m di atas permukaan laut.

8.      Candi Cangkuang
Keterangan: Gambar Candi Cangkuang

Candi Cangkuang adalah sebuah candi Hindu yang terdapat di Kampung Pulo, wilayah Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut, Jawa Barat. Candi inilah juga yang pertama kali ditemukan di Tatar Sunda serta merupakan satu-satunya candi Hindu di Tatar Sunda. Candi ini terletak bersebelahan dengan makam Embah Dalem Arief Muhammad, sebuah makam kuno pemuka agama Islam yang dipercaya sebagai leluhur penduduk Desa Cangkuang.

9.      Candi Asu
Keterangan: Gambar Candi Asu

Candi Asu adalah nama sebuah candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di Desa Candi Pos, kelurahan Sengi, kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, provinsi Jawa Tengah (kira-kira 10 km di sebelah timur laut dari candi Ngawen). Di dekatnya juga terdapat 2 buah candi Hindu lainnya, yaitu candi Pendem dan candi Lumbung (Magelang). Nama candi tersebut merupakan nama baru yang diberikan oleh masyarakat sekitarnya.

10.  Candi Gunung Sari
Keterangan: Gambar Candi Gunung Sari

Candi Gunung Sari adalah salah satu candi Hindu Siwa yang ada di Jawa. Lokasi candi ini berdekatan dengan Candi Gunung Wukir tempat ditemukannya Prasasti Canggal.
Candi Gunung Sari dilihat dari ornamen, bentuk, dan arsitekturnya kemungkinan lebih tua daripada Candi Gunung Wukir. Di Puncak Gunung Sari kita bisa melihat pemandangan yang sangat mempesona dan menakjubkan. Candi Gunung Sari terletak di Desa Gulon, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Semoga di masa depan Candi Gunung Sari semakin dikenal oleh banyak orang untuk dapat menemukan inspirasi dan keindahannya.

11.  Candi Arca gupolo
Keterangan: Gambar Candi Arca Gupolo

Arca Gupolo adalah kumpulan dari 7 buah arca berciri agama Hindu yang terletak di dekat candi Ijo dan candi Barong, di wilayah kelurahan Sambirejo, kecamatan Prambanan, Yogyakarta. Gupolo adalah nama panggilan dari penduduk setempat terhadap patung Agastya yang ditemukan pada area situs. Walaupun bentuk arca Agastya setinggi 2 meter ini sudah tidak begitu jelas, namun senjata Trisula sebagai lambang dari dewa Siwa yang dipegangnya masih kelihatan jelas. Beberapa arca yang lain, kebanyakan adalah arca dewa Hindu dengan posisi duduk.

12.  Candi Sukuh
Keterangan: Gambar Candi Sukuh

Candi Sukuh adalah sebuah kompleks candi agama Hindu yang terletak di Kabupaten Karanganyar, eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. Candi ini dikategorikan sebagai candi Hindu karena ditemukannya obyek pujaan lingga dan yoni. Candi ini digolongkan kontroversial karena bentuknya yang kurang lazim dan karena banyaknya obyek-obyek lingga dan yoni yang melambangkan seksualitas.




Candi Yang Bercorak Buddha

1.      Candi Mendut

Keterangan: Gambar Candi Mendut

Candi Mendut adalah sebuah candi bercorak Buddha. Candi yang terletak di Jalan Mayor Kusen Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah ini, letaknya berada sekitar 3 kilometer dari candi Borobudur
Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra. Di dalam prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi, disebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama wenuwana yang artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi Mendut.

2.      Candi Ngawen
Keterangan: Gambar Candi Ngawen

Candi Ngawen adalah candi Buddha yang berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari arah Yogyakarta, yaitu di desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Magelang. Menurut perkiraan, candi ini dibangun oleh wangsa Syailendra pada abad ke-8 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Keberadaan candi Ngawen ini kemungkinan besar adalah yang tersebut dalam prasasti Karang Tengah pada tahun 824 M.

3.      Candi Sewu
Keterangan: Gambar Candi Sewu

Candi Sewu adalah candi Buddha yang dibangun pada abad ke-8 yang berjarak hanya delapan ratus meter di sebelah utara Candi Prambanan. Candi Sewu merupakan kompleks candi Buddha terbesar kedua setelah Candi Borobudur di Jawa Tengah. Candi Sewu berusia lebih tua daripada Candi Prambanan. Meskipun aslinya terdapat 249 candi, oleh masyarakat setempat candi ini dinamakan "Sewu" yang berarti seribu dalam bahasa Jawa. Penamaan ini berdasarkan kisah legenda Loro Jonggrang.
Secara administratif, kompleks Candi Sewu terletak di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah.

4.      Candi Lumbung
Keterangan: Gambar Candi Lumbung

Candi Lumbung adalah candi Buddha yang berada di dalam kompleks Taman Wisata Candi Prambanan, yaitu di sebelah candi Bubrah. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini merupakan kumpulan dari satu candi utama (bertema bangunan candi Buddha).

5.      Candi Banyunibo
Keterangan: Gambar Candi Banyunibo

Candi Banyunibo yang berarti air jatuh-menetes (dalam bahasa Jawa) adalah candi Buddha yang berada tidak jauh dari Candi Ratu Boko, yaitu di bagian sebelah timur dari kota Yogyakarta ke arah kota Wonosari. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno. Pada bagian atas candi ini terdapat sebuah stupa yang merupakan ciri khas agama Buddha.

6.      Candi Jajaghu (Jago)
Keterangan: Gambar Candi Jajaghu (Jago)

Candi Jago berasal dari kata "Jajaghu", didirikan pada masa Kerajaan Singhasari pada abad ke-13. Berlokasi di Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, atau sekitar 22 km dari Kota Malang.
Candi ini cukup unik, karena bagian atasnya hanya tersisa sebagian dan menurut cerita setempat karena tersambar petir. Relief-relief Kunjarakarna dan Pancatantra dapat ditemui di candi ini. Sengan keseluruhan bangunan candi ini tersusun atas bahan batu andesit.
Pada candi inilah Adityawarman kemudian menempatkan Arca Manjusri seperti yang disebut pada Prasasti Manjusri.

7.      Candi Sangrahan
Keterangan: Gambar Candi Sangrahan

Candi Sanggrahan atau Candi Cungkup adalah candi pemujaan budha, letak di Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Candi berbentuk bujursangkar dan terdiri dari bangunan kaki, tubuh dan atap. Candi ini peninggalan Kerajaan Majapahit, dibangun sekitar tahun 1350, dulunya merupakan candi tempat penyimpanan abu kerabat raja Majapahit.
Bagian kaki candi sangat luas, tinggi dua meter, terdapat dinding relief harimau. Di bagian tangga ada reruntuhan batu bekas gapura. Dulu ada enam buah patung budha namun karena ditakutkan ada penjarahan maka patung disimpan dirumah juru kunci sebelah selatan candi. disekitar candi kita dapat menemui banyak peninggalan sejarah yang berserakan di sekitarnya ada sebuah tugu pemujaan sebelah utara candi juga sebuah umpak di utara tugu dan jika anda menggali tanah disekitar candi maka akan banyak ditemukan gerabah kuno peninggalan masa lalu.

8.      Candi Borobudur
Keterangan: Gambar Candi Borobudur

Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang didalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.
Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah obyek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan.

9.      Candi Brahu
Keterangan: Gambar Candi Brahu

Candi Brahu dibangun dengan gaya dan kultur Buddha, didirikan abad 15 Masehi. Pendapat lain, candi ini berusia jauh lebih tua ketimbang candi lain di sekitar Trowulan. Menurut buku Bagus Arwana, kata Brahu berasal dari kata Wanaru atau Warahu. Nama ini didapat dari sebutan sebuah bangunan suci seperti disebutkan dalam prasasti Alasantan, yang ditemukan tak jauh dari candi brahu. Dalam prasasti yang ditulis Mpu Sendok pada tahun 861 Saka atau 9 September 939.
Candi Brahu merupakan tempat pembakaran (krematorium) jenazah raja-raja Brawijaya. Anehnya dalam penelitian, tak ada satu pakarpun yang berhasil menemukan bekas abu mayat dalam bilik candi. Lebih lebih setelah ada pemugaran candi yang dilakukan pada tahun 1990 hingga 1995.

10.  Komplek Percandian Batujaya
Keterangan: Gambar Kompleks Percandiyan Batujaya

Kompleks Percandian Batujaya adalah sebuah suatu kompleks sisa-sisa percandian Buddha kuna yang terletak di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Situs ini disebut percandian karena terdiri dari sekumpulan candi yang tersebar di beberapa titik.
Dari segi kualitas, candi di situs Batujaya tidaklah utuh secara umum sebagaimana layaknya sebagian besar bangunan candi. Bangunan-bangunan candi tersebut ditemukan hanya di bagian kaki atau dasar bangunan, kecuali sisa bangunan di situs Candi Blandongan.
Candi-candi yang sebagian besar masih berada di dalam tanah berbentuk gundukan bukit (juga disebut sebagai unur dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa). Ternyata candi-candi ini tidak memperlihatkan ukuran atau ketinggian bangunan yang sama.

11.  Candi Muara Takus
Keterangan: Gambar Candi Muara Takus

Candi Muara Takus adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Riau, Indonesia. Kompleks candi ini tepatnya terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar atau jaraknya kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru, Riau. Jarak antara kompleks candi ini dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5 kilometer dan tak jauh dari pinggir Sungai Kampar Kanan.
Candi Bungsu dan Mahligai Stupa serta Palangka. Bahan bangunan candi terdiri dari batu pasir, batu sungai dan batu bata. Menurut sumber tempatan, batu bata untuk bangunan ini dibuat di desa Pongkai, sebuah desa yang terletak di sebelah hilir kompleks candi. Bekas galian tanah untuk batu bata itu sampai saat ini dianggap sebagai tempat yang sangat dihormati penduduk. Untuk membawa batu bata ke tempat candi, dilakukan secara beranting dari tangan ke tangan. Cerita ini walaupun belum pasti kebenarannya memberikan gambaran bahwa pembangunan candi itu secara bergotong royong dan dilakukan oleh orang ramai.

12.  Candi Sumberawan
Keterangan: Gambar Candi Sumberawan

Candi Sumberawan hanya berupa sebuah stupa, berlokasi di Kecamatan Singosari, Malang. Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi Singosari. Candi ini Merupakan peninggalan Kerajaan Singhasari dan digunakan oleh umat Buddha pada masa itu.

Candi Sumberawan terletak di desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, +/- 6 Km, di sebelah Barat Laut Candi Singosari, candi ini dibuat dari batu andesit dengan ukuran P. 6,25m L. 6,25m T. 5,23m dibangun pada ketinggian 650 mDPL, di kaki bukit Gunung Arjuna. Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah karena terletak di dekat sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi nama Candi Rawan.


Candi yang bercorak Hindu-Buddha

Candi Jawi
Candi Jawi (nama asli: Jajawa) adalah candi yang dibangun sekitar abad ke-13 dan merupakan peninggalan bersejarah Hindu-Buddha Kerajaan Singhasari yang terletak di terletak di kaki Gunung Welirang, tepatnya di Desa Candi Wates, Kecamatan Prigen, Pasuruan, Jawa Timur, Indonesia, sekitar 31 kilometer dari kota Pasuruan. Candi ini terletak di pertengahan jalan raya antara Kecamatan Pandaan - Kecamatan Prigen dan Pringebukan.
Candi Jawi banyak dikira sebagai tempat pemujaan atau tempat peribadatan Buddha, namun sebenarnya merupakan tempat pedharmaan atau penyimpanan abu dari raja terakhir Singhasari, Kertanegara. Sebagian dari abu tersebut juga disimpan pada Candi Singhasari. Kedua candi ini ada hubungannya dengan Candi Jago yang merupakan tempat peribadatan Raja Kertanegara.

Candi Badut
Keterangan: Gambar Candi Badut

          Candi Badut Peninggalan kepurbakalaan di sekitar Malang adalah sisa-sisa bangunan suci yang mempunyai sifat Budha dan Hindu (Siwa), sesuai dengan agama yang dianut masa itu. Bangunan-bangunan tersebut basa disebut candi yang berfungsi sebagai tempat pemujaan (kuil). Peninggalan yang ada di sekitar Malang tersebut antara lain Candi Jago, Sumberawan, Badut, Songgoriti, Singosari dan Kidal. Salah satu bangunan suci yang akan kami sajikan adalah Candi Badut, yang merupakan candi teruta di Jawa Timur tetapi menunjukkan sifat candi Jawa Tengah seperti pada bagian kakinya yang rata dan tidak diberi hiasan dan pada bilik pintunya berpenampil.

Prasasti Ciaruteun (Kerajaan Pajajaran)



Kepala Patung Buddha terbuat dari emas muda Peninggalan Kerajaan Kediri , abad ke 13
Diameter bawah = 14 cm
Diameter  atas= 20 cm
Lebar Muka = 45 cm
Tinggi kepala = 34cm








Bukti terawal sistem mata uang di Jawa. Emas atau keping tahil Jawa, sekitar abad ke-9.





Padrão Sunda Kalapa (1522), sebuah pilar batu untuk memperingati perjanjian Sunda-Portugis, Museum Nasional Indonesia, Jakarta.

Arca Wishnu, berasal dari Kediri, abad ke-12 dan ke-13.


Prasasti Adityawarman

Bidadari Majapahit yang anggun, ukiran emas apsara (bidadari surgawi) gaya khas Majapahit menggambarkan dengan sempurna zaman kerajaan Majapahit sebagai "zaman keemasan" di kepulauan nusantara.

Arca Harihara, dewa gabungan Siwa dan Wisnu sebagai penggambaran Kertarajasa. Berlokasi semula di Candi Simping,Blitar, kini menjadi koleksi Museum Nasional Republik Indonesia.


Arca dewi Parwati sebagai perwujudan anumertaTribhuwanottunggadewi, ratu Majapahit ibunda Hayam Wuruk.


Mandala Amoghapāśa dari masa Singhasari (abad ke-13), perunggu, 22.5 x 14 cm. Koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.



Gapura Bajang Ratu, gerbang masuk salah satu kompleks bangunan penting di ibu kota Majapahit. Bangunan ini masih tegak berdiri di Trowulan.

Arca Prajnaparamita ditemukan dekat candi Singhasari dipercaya sebagai arca perwujudan Ken Dedes (koleksi Museum Nasional Indonesia). Keindahan arca ini mencerminkan kehalusan seni budaya Singhasari.




Model kapal tahun 800-an Masehi yang terdapat pada candi Borobudur.

Prasasti Kawali di Kabuyutan Astana Gedé, Kawali, Ciamis.


Arca emas Avalokiteçvara bergaya Malayu-Sriwijaya, ditemukan di Rantaukapastuo, Muarabulian, JambiIndonesia.

Candi Gumpung, candi Buddha di Muaro JambiKerajaan Melayu yang ditaklukkan Sriwijaya.

Sepasang patung penjaga gerbang 
abad ke-14 dari kuil Majapahit di Jawa Timur (Museum of Asian ArtSan Francisco)
Prasasti Kerajaan Kutai

 

Arca Buddha Vajrasattva zaman Kadiri, abad X/XI, koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.