Kerajaan
Hindu - Budha tumbuh dan berkembang
sejak awal abad masehi dan tersebar di beberapa pulau
di nusantara. Berikut akan diuraikan perkembangan kerajaan Hindu dan Budha.
1.
Kerajaan Kutai.
Letak
Kerajaan Kutai adalah di Kalimantan Timur daerah Muara Kaman di tepi sungai Mahakam. Kutai
merupakan kerajaan pertama di
Indonesia. Kerajaan Kutai terletak di Kalimantan
Timur daerah Muara Kaman di tepi sungai Mahakam.
Peninggalan dari Kutai adalah 7 (tujuh) prasasti yang ditulis dengan huruf Pallawa, dengan bahasa Sanskerta.
Semua prasastinya tertulis pada Yupa, yaitu tugu dari batu yang berfungsi
sebagai tiang untuk menambatkan hewan yang akan dikorbankan. Dalam Yupa
Kutai itu dapat
kita ketahui tentang:
a)
Berisi silsilah :
Kundungga berputera Acwawarman yang seperti dewa matahari. Acwawarman berputera
tiga – seperti api tiga. Dari ketiga putra tersebut, Mulawarman raja yang baik,
kuat dan kuasa. Sang Mulawarman telah mengadakan kenduri
(selamatan), mengadakan korban, maka didirikanlah tugu oleh para Brahmana.
b)
Tempat sedekah : Sang
Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka telah memberi sedekah 20.000 ekor
lembu kepada para Brahmana di tempat tanah yang sangat suci “Waprakecvara”.
c)
Macam-macam sedekah yang
lain seperti : wijen, malai bunga, lampu dan lain-lain.
Dari
berita prasasti-prasasti tersebut dapat diketahui bagaimanakah keadaan sosial, ekonomi dan pemerintahan
di Kutai.
a)
Raja Mulawarman disebut
sebagai raja yang terbesar di Kutai, sebab menaklukkan raja-raja sekitarnya.
b)
Segi sosial, masyarakat
mengenal kasta-kasta karena pengaruh India. Keluarga Kundungga pernah melakukan
upacara Vratyastoma, yaitu upacara
penyucian diri untuk masuk pada kasta Ksatria.
c)
Segi ekonomi :
disebutkan raja menghadiahkan 20.000 ekor lembu,
berarti peternakan maju, begitupun dalam bidang pertanian,
karena Kutai terletak di tepi sungai. Dengan demikian
Kutai merupakan kerajaan yang makmur. Namun perlu
dicatat bahwa Kutai ini luput dari perhatian Cina.
2.
Kerajaan Tarumanegara
Letak
kerajaan Tarumanegara adalah di Jawa Barat diantara tiga daerah, Karawang – Jakarta - Bogor. Peninggalannya
tujuh prasasti berangka tahun, dilihat dari langgam
hurufnya atau bentuk hurufnya prasasti
tersebut ditulis ± abad V M. Sumbernya : prasasti
dan berita dari luar negeri, terutama dari Cina. Nama ketujuh prasasti tersebut yaitu :
a.
Prasasti Ciaruteun
b.
Prasasti Kebon Kopi
c.
Prasasti Jambu
d.
Prasasti Tugu,
e.
Prasasti Lebak.
f.
Prasasti Pasir Awi.
g.
Prasasti Muara Cianten.
Di
samping prasasti tersebut, juga ada berita Cina yang menggambarkan keadaan di wilayah nusantara. Berita itu berasal dari musafir Cina yaitu Fa-Hein. Berita Cina
menyebutkan adanya kerajaan bernama To-lo-mo.
Kerajaan ini beberapa kali mengirim utusan ke
Cina.
Berdasarkan
sumber-sumber mengenai kerajaan Taruma tersebut,
dapat diketahui bagaimana keadaan :
a.
Pemerintahan dan kehidupan masyarakat.
1).
Kerajaan Taruma yang berkembang lebih kurang pada abad V M.
2).
Rajanya yang terkenal Purnawarman.
3).
Penganut agama Hindu, aliran Vaisnawa.
4).
Memerintah dalam waktu cukup lama yang disebutkan
5).
Terkenal sebagai raja yang dekat dengan Brahmana, dan memikirkan kepentingan
rakyat
(penggalian sungai Gomati).
b.
Segi Sosial : kehidupan rakyatnya aman dan tenteram.
c.
Segi ekonomi : pertanian merupakan mata pencaharian yang pokok.
d.
Perdagangan berkembang pula. Sudah mengenal penanggalan
(tanggal 8 paro petheng
bulan Palguna sampai tanggal 13 paro terang bulan Caitra).
e.
Perekonomian maju, raja memberikan sedekah 1.000 ekor lembu pada para Brahmana.
3.
Kerajaan Kaling
Letak
kerajaan Kaling atau Holing, diperkirakan di Jawa Tengah.
Nama Kaling berasal dari Kalinga, nama sebuah kerajaan
di India Selatan. Sumbernya adalah berita Cina yang menyebutkan bahwa kotanya dikelilingi dengan pagar kayu,
rajanya beristana di rumah yang bertingkat, yang
ditutup dengan atap, Orang-orangnya sudah
pandai tulis-menulis dan mengenal juga ilmu
perbintangan. Yang sangat tampak bagi orang
Cina ialah orang Kaling (Jawa), kalau makan tidak
memakai sendok atau garpu, melainkan dengan
jarinya saja. Minuman kerasnya yang dibikin
ialah air yang disadap dari tandan bunga kelapa (tuak).
Diberitakan
pula bahwa dalam tahun 640 atau 648 M kerajaan Jawa
mengirim utusan ke Cina. Pada tahun 666 M, dikatakan bahwa tanah Jawa diperintah oleh seorang raja perempuan
yakni dalam tahun 674 – 675 M, orang-orang Holing
atau Kaling (Jawa) menobatkan raja perempuan
yang bernama Simo, dan memegang
pemerintahannya dengan tegas dan bijaksana. Berdasarkan
sumber-sumber mengenai kerajaan Kaling
tersebut, dapat
diketahui bagaimana keadaan :
a)
Pemerintahan dan
Kehidupan Masyarakat Dalam berita Cina disebut
adanya raja atau Ratu Sima, yang memerintah
pada tahun 674 M. Beliau terkenal sebagai raja
yang tegas, jujur dan bijaksana. Hukum dilaksanakan dengan tegas, hal ini terbukti pada saat raja Tache ingin
menguji kejujuran rakyat Kaling. Diletakkanlah suatu
pundi-pundi yang berisi uang dinar di suatu jalan.
Sampai tiga tahun lamanya tidak ada yang
berani mengambil.
b)
Keadaan sosial dan
ekonomi kerajaan Kaling Mata
pencaharian penduduknya sebagian besar bertani, karena
wilayah Kaling dikatakan subur untuk pertanian. Perekonomian,
sudah banyak penduduk yang melakukan perdagangan apalagi disebutkan ada
hubungan dengan Cina.
4.
Kerajaan Kanjuruhan:
Letak
kerajaan Kanjuruhan adalah di Jawa Timur, dekat dengan
kota Malang sekarang. Kerajaan Kanjuruhan ini tertulis dalam prasasti Dinaya, yang ditemukan di sebelah barat
laut Malang, Jawa Timur. Angka tahunnya tertulis
dengan Candrasengkala yang berbunyi : NAYAMA
VAYU RASA = 682 Caka = 760 M. Isinya
menceritakan bahwa pada abad 8 ada kerajaan
yang berpusat di Kanjuruhan dengan rajanya yang
bernama Dewa Simha. Ia mempuyai seorang putra yang
bernama Liswa, setelah naik tahta dan melalui upacara abhiseka Liswa bernama Gajayana. Liswa ini mempunyai putri
yang bernama Utteyana yang kawin dengan Janania.
5.
Kerajaan Sriwijaya
Letak
kerajaan Sriwijaya adalah di Sumatra Selatan dekat Palembang sekarang. Kerajaan ini berdiri pada abad VII
M. Pusat kerajaan belum dapat dipastikan, tetapi
sebagian besar para ahli berpendapat bahwa
Palembang sebagai pusat kerajaan Sriwijaya.
Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di Asia
Tenggara seperti yang diberitakan oleh I Tsing seorang musafir Cina yang belajar paramasastra Sansekerta di
Sriwijaya.
Beberapa prasasti
peninggalan Sriwijaya :
a.
Prasasti Kedukan Bukit
b.
Prasasti Talang Tuo.
c.
Kota Kapur di Bangka.
d.
Prasasti Telaga Batu.
e.
Prasasti Ligor di tanah genting Kra. Berangka tahun 755 M
f. Prasasti
Karang Brahi.
g.
prasasti Bukit Siguntang.
h.
prasasti Palas Pasemah.
Sumber-sumber
lain mengenai Sriwijaya ialah berita dari Cina,
Arab dan India. I Tsing bekerjasama dengan Sakyakirti menulis kitab Hastadandasastra yang pada tahun 711 disalin
I Tsing ke dalam bahasa Cina. Sumber dari
tambo dinasti T’ang. Dinasti Sung, dari Chau
You Kwa dalam bukunya Chu Fan Chi, dan
lain-lain.
1.
Perkembangan Kerajaan Sriwijaya.
a. Faktor-faktor yang
menguntungkan Perkembangan Sriwijaya,
sehingga menjadi kerajaan besar, maritim nasional
Indonesia, antara lain :
• Faktor geografis,
letaknya yang strategis dalam jalur dagang
antara India dan Tiongkok, lebih ramai setelah jalan
darat India – Tiongkok terputus.
• Muara sungai di Sumatera lebar dan
landai mudah dilayari.
• Faktor ekonomis, di Sumatera
banyak hasil untuk diperdagangkan, misalnya penyu, gading, kapur barus dan
lain-lain.
• Keruntuhan kerajaan Funan di
Vietnam akibat serangan Kamboja, yang dulunya sangat berperan di Asia tenggara,
pada abad VII runtuh, dan digantikan Sriwijaya, cepat berkembang sebagai negara
maritim.
b. Sistem Pemerintahan dan Perluasan
Daerah. Kerajaan Sriwijaya terus melakukan perluasan wilayah. Raja yang
terkenal adalah Balaputradewa. Pada masa pemerintahannya Sriwijaya mencapai
jaman keemasan. Balaputradewa merupakan keturunan dari Dinasti Syailendra.
Sriwijaya sudah mengadakan hubungan dengan Cina. Sriwijaya sudah mempunyai
hubungan dengan India, yang tertulis dalam prasasti Nalanda yang isinya
menyebutkan bahwa sebuah biara telah dibangun oleh Raja Dewapaladewa dari
Benggala. Atas perintah Raja Balaputradewa, maharaja di Suwarnadwipa.
c. Agama yang berkembang di
Sriwijaya. Berita I Tsing mengatakan bahwa Sriwijaya maju dalam agama Budha, di
samping itu juga berperan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan agama
Budha. I Tsing belajar tata bahasa Sansekerta selama enam bulan di Sriwijaya.
Ilmu keagamaan (teologi) Budha di pelajari di Sriwijaya. Pendeta Budha yang
terkenal adalah Sakyakirti. Mahasiswa dari luar negeri datang di Sriwijaya
dulu, sebelum belajar lebih lanjut ke India. Peninggalan candi di Sriwijaya
terletak di Muara Takus dekat sungai Kampa di daerah Riau, juga di Bukit
Siguntang ditemukan Arca Budha
d. Segi Ekonomis. Sriwijaya sebagai
pusat perdagangan, menjadikan Sriwijaya sebagai negara yang makmur bagi
rakyatnya, sebagai pelabuhan yang dilewati kapal-kapal dagang, mendapat
pemasukan dari pajak. Hasil dari Sriwijaya yang banyak diperdagangkan adalah :
gading, beras, rempah-rempah, kayu manis, kemenyan, emas dan sebagainya.
Sriwijaya sebagai negara maritim merupakan negara yang mengandalkan
perekonomiannya dari kegiatan perdagangan dan hasil laut. Untuk stabilitas kerajaan Sriwijaya juga membentuk armada laut yang kuat, supaya dapat mengatasi gangguan di jalur pelayaran
perdagangan.
2.
Kemunduran dan Keruntuhan Sriwijaya.
Faktor
Ekonomi: Sriwijaya mengalami kemunduran pada abad
X M, setelah terjadi persaingan ekonomi antara Kerajaan
Sriwijaya dengan Kerajaan Medang di Jawa Timur. Faktor
Politik: Sriwijaya yang semula menjalin hubunganbaik dengan Colamandala,
akhirnya terjadi permusuhan, Colamandala menyerang dua kali (tahun 1023 dan 1068 M)
ke Sriwijaya. Walaupun
tidak mengakibatkan hancurnya Sriwijaya,
namun serangan ini memperlemah keadaan pemerintahan
di Sriwijaya.
Faktor
wilayah: yang makin memperlemah posisi Sriwijaya.
Misalnya: banyak daerah kekuasaan Sriwijaya yang
melepaskan diri. Kerajaan Singasari di Jawa Timur juga menyerang ke Sriwijaya lewat ekspedisi Pamalayu
(1275). Serangan yang hebat dari kerajaan Majapahit
pada
tahun 1377, kemungkinan
besar menjadi penentu untuk mengakhiri
riwayat Sriwijaya.
6.
Kerajaan Mataram Hindu atau Mataram
Lama di
Jawa Tengah.
Prasasti
Canggal yang ditandai dengan Candrasengkala Cruti
Indria Rasa = 654 C = 732 M. Ditemukan di desa Canggal, daerah Kedu dekat desa Sleman, daerah Yogya. Prasasti ini
berbahasa sanskerta dan hurufnya Pallawa. Isinya
asal-usul Sanjaya dan pembangunan lingga di
bukit Stirangga. Letak ibu kota kerajaan secara
tepat belum dapat dipastikan, ada yang menyebut Medang di Poh Pitu, Ri
Medang ri Bhumi Mataram. Daerah yang
dimaksud belum jelas, kemungkinan besar di
daerah Kedu
sampai sekitar Prambanan (berdasarkan letak prasasti yang ditemukan). Berikut adalah nama raja-raja yang pernah memerintah. Pemerintahan
kedua dinasti yang berbeda agama, dapat
berjalan dengan rukun. Hal ini menjadi bukti
bahwa kerukunan hidup umat beragama di Indonesia sudah ada sejak dulu. Sesudah raja
Balitung memerintah masih ada beberapa nama lagi seperti Daksa memerintah 910
–119, Tulodong : 919 – 921 dan Wawa : 921 – 927. Sesudah Wawa wafat digantikan
Mpu Sindok menantu Wawa yang memindahkan kerajaannya ke Jawa Timur dan
mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Icana pada tahun 928 M.
7.
Kerajaan Kediri (tahun 1042 – 1222)
Pada
waktu terjadi pembagian kerajaan Airlangga,Samarawijaya sebagai raja Panjalu
dan Panji Garasakan sebagai raja
Jenggala. Terjadi perang saudara di antara keduanya. Raja Kediri yang pertama Bamecwara yang memerintah dari tahun
1117 – 1130 kemudian diganti oleh Jayabaya 1135 –
1157. Raja yang terkenal dengan ramalannya –
Jangka Jayabaya.
Hasil sastra pada masa
pemerintahannya adalah :
a.
Kitab Bharatayuda oleh Mpu Sedah dan Panuluh.
b.
Kitab Hariwangsa karangan Mpu Panuluh.
c.
Kitab Gatotkacasraya karangan Mpu panuluh.
Urutan
raja Kediri selanjutnya adalah :
a.
Sarvecvara
b.
Aryyaecvara
c.
Kracaradipagandra.
d.
Kamecvara – hasil sastra antara lain : Kitab Smaradahana oleh Mpu Darmaja dan
Kitab
Cerita Panji.
e.
Raja Kertajaya 1194 – 1222, yang merupakan raja terakhir dari Kediri yang
dikalahkan Ken
Arok di Ganter.
8.
Kerajaan Singasari (Tahun 1222 –
1292).
Sumber
sejarah tentang Singasari terdapat dalam buku : Pararaton dan Negarakertagama, ditambah
prasasti-prasasti
peninggalannya.
•
Pararaton atau disebut juga Katuturanira Ken Arok, isinya menceritakan riwayat Ken Arok dari lahir sampai menjadi
raja dan urutan raja-raja yang memerintah di
Singasari.
•
Negarakertagama ditulis oleh Prapanca yang merupakan seorang pujangga kraton Majapahit pada tahun 1365 : isinya : Pandangan filsafat, keindahan kraton Majapahit,
perjalanan suci Hayam Wuruk ke tempat percandian
leluhurnya antara lain ke Singasari. Memuat riwayat
Ken
Arok juga. Selama
perkembangan kerajaan Singasari diperintah oleh
beberapa raja. Pertama adalah Ken
Arok yang berhasil menjadi raja pertama Singasari. Setelah membunuh Tunggul
Ametung (Akuwu di Tumapel) Ken Arok dapat mengalahkan Kertajaya Raja Kediri di
pertempuran Ganter 1222. Istri Tunggul Ametung yang bernama Ken Dedes,
dipersunting Ken Arok, menurut ramalan Ken Dedes akan menurunkan raja-raja
besar. Setelah Ken Arok meninggal karena dibunuh Anusapati (anak tirinya), maka
Anusapati menggantikan sebagai raja. Tohjaya anak Ken Arok dengan Ken Umang
membalas dendam dengan membunuh Anusapati. Tohjaya hanya beberapa bulan saja
memerintah karena terjadi pemberontakan dan Tohjaya terbunuh. Ronggowuni dan
Mahisa Campaka, sebagai raja dan patih yang memerintah di Singasari lebih
kurang selama 20 tahun. Pemerintahannya stabil. Putra Ronggowuni yang bernama
Kertanegara, menggantikan ayahnya menjadi raja Singasari. Singasari mencapai
puncak kejayaan di bawah pemerintahan raja Kertanegara. Kertanegara terkenal
dengan gagasannya untuk menyatukan seluruh kerajaan-kerajaan di Nusantara di
bawah payung kekuasaan Singasari. Cita-cita ini dikenal sebagai Wawasan
Nusantara I. Untuk melaksanakan cita-citanya Kertanegara melakukan :
• Perluasan
daerah dan hubungan dengan luar negeri. Pengiriman expedisi ke Sumatra yang
terkenal dengan ekspedisi Pamalayu 1275 M. Kertanegara mengadakan kerjasama
dengan Campa untuk bersama-sama menghadapi Ku Bilai Khan dari Cina, yang
dianggap sebagai ancaman oleh Kertanegara.
• Struktur
Pemerintahan Singasari sudah lengkap, yaitu pada pemerintahan Kertanegara raja
sebagai penguasa tertinggi. Kemudian didampingi dewan penasehat. Di bawahnya
masih terdapat pegawai-pegawai yang mengawasi berbagai bidang. Bidang agama,
pertahanan dan sebagainya.
• Kehidupan
Agama, Singasari masa pemerintahan raja Kertanegara, agama Hindu dan Budha
sama-sama berkembang. Kertanegara sendiri memeluk Ciwa-Budha, terjadi
sinkretisme antara agama Hindu-Budha. Kertanegara menganut aliran Tantrayana.
Dengan politik perluasan daerah yang dicanangkan Kertanegara, banyak tentara
yang dikirim keluar daerah. Pada waktu sedang sepi
penjaga, dan pasukan penjaga istana berkurang,
Singasari diserang raja Kediri yaitu Jayakatwang. Kertanegara meninggal dalam peristiwa ini, dicandikan di
dua tempat, di Candi Jawi dan candi Singasari.
Raden Wijaya dengan bantuan pasukan Tar-Tar (Cina)
dapat mengalahkan Jayakatwang, dan mendirikan
kerajaan Majapahit. Kertanegara sebagai raja
terakhir dan terbesar dari kerajaan Singasari,
diabadikan di beberapa tempat. Terkenal Arca
Kertanegara yang bernama Joko Dolog di Surabaya.
Wafatnya Kertanegara mengakhiri riwayat kerajaan Singasari.
9.
Kerajaan Majapahit
1.
Sumber-sumber sejarah Majapahit yaitu:
a.
Prasasti Kudadu
b.
Kitab Negarakertagama
c.
Kitab Pararaton
d.
Buku-buku kidung, misal: Kidung Ronggolawe, Kidung Sundayana
e.
Prasasti-prasasti yang merupakan peninggalan raja Majapahit
f.
Berita-berita Cina, misal kitab Ying Yai Sheng Lan.Karangan Ma Huan dan
catatan-catatan
dalam tambo dinasti
Ming.
2.
Berdirinya Majapahit
Setelah
kerajaan Singasari hancur, Raden Wijaya bersama-sama pengikutnya lari karena
dikejar tentara
Kediri. Sampai di desa Kudadu mendapat bantuan dari kepala desa di Kudadu,
kemudian melanjutkan perjalanan ke Madura minta perlindungan kepada Aria
Wiraraja.
Raden Wijaya disuruh pura-pura menyatakan takluk, sesudah dipercaya
Jayakatwang agar minta daerah di hutan Tarik. Di Tarik tersebut Raden Wijaya
mendirikan kerajaan
yang kemudian kita kenal dengan kerajaan Majapahit.
3.
Raja-raja yang memerintah di Majapahit
a.
Raja pertama Raden Wijaya
Bergelar
Kertarajasa Jaya Wardana (1293-1309 M).
Beliau menikah dengan ke empat puteri
Kertanegara yaitu: Dyah Dewi Tribuwaneswari (permaisuri),
Dyah Dewi Narendraduhita, Dyah
Dewi Prajnaparamita,
Dyah Dewi Gayatri. Langkah Raden Wijaya
mengawini putri Kertanegara diduga berlatar
belakang politik, agar tidak terjadi perebutan kekuasaan.
Setelah Raden Wijaya meninggal, tahta digantikan oleh
b.
Jayanegara atau Kala Gemet pada tahun 1309.
Beliau
merupakan raja yang lemah, sehingga banyak terjadi pemberontakan.
Beberapa pemberontakan
yang terjadi yaitu:
1).
Pemberontakan Ronggolawe dapat diatasi
2).
Pemberontakan Lembu Sora, dapat dipadamkan.
3).
Pemberontakan Nambi, dapat diatasi
4).
Pemberontakan Kuti pada tahun 1319, dapat diatasi berkat
jasa Gajah Mada dan jasanya
tersebut Gajah Mada diangkat sebagai Patih Kahuripan. Pada tahun 1321 Gajah Mada
diangkat menjadi Patih Daha.
c.
Tribuwanatunggadewi (1328-1350 M)
Karena
Jayanegara tidak mempunyai putra, tahta seharusnya
jatuh ke tangan Gayatri. Karena Gayatri memilih
menjadi Biksuni, maka Tribuwanatunggadewi putrinya
ditunjuk sebagai wakil dan diangkat menjadi raja ketiga bergelar
Tribuwanatunggadewi Jayawisnuwardani. Di bawah
pemerintahannya terjadi pemberontakan Sadeng
dan Keta, tapi semuanya dapat diatasi oleh
Gajah Mada yang telah diangkat sebagai patih Majapahit. Pada saat upacara pelantikan Gajah Mada sebagai Patih Majapahit tahun 1331, beliau mengucapkan sumpah yang terkenal dengan nama Sumpah Palapa. Inti sumpah tersebut adalah bahwa Gajah Mada tidak akan makan Palapa (arti palapa mungkin semacam rempah-rempah), tidak akan bersenang-senang/ istirahat sebelum seluruh kepulauan Nusantara bersatu
dibawah kekuasaan Majapahit. Tahun 1350 Gayatri wafat, maka Tribuwanatunggadewi yang merupakan wakil ibunya
segera turun tahta, menyerahkan tahtanya kepada putranya yaitu Hayam Wuruk.
d.
Hayam
Wuruk (1350-1389 M)
Di bawah
pemerintahan Hayam Wuruk ini, Majapahit mencapai jaman keemasannya. Cita-cita
Gajah Mada yang diucapkan lewat Sumpah Palapa, disebut pula sebagai Wawasan
Nusantara II dapat tercapai. Wilayah Majapahit, hampir sama dengan wilayah
Republik Indonesia, maka Majapahit disebut sebagai Negara Maritim Nasional II.
Selama pemerintahan Hayam Wuruk terjadi tiga peristiwa penting yaitu: peristiwa
Bubad tahun 1357, perjalanan suci Hayam Wuruk ketempat leluhurnya serta upacara
Crada yang diadakan untuk memperingati
wafatnya Rajapadni tahun 1362. Dalam
bidang ekonomi, Majapahit sebagai pusat perniagaan di Asia Tenggara waktu itu.
Hasil-hasil
yang diperdagangkan adalah beras, rampah-rempah, garam. Terjadi hubungan
dengan negara lain seperti Siam, Ligor, Birma, Kamboja dan Annam.
a) Hasil sastra
jaman Majapahit antara lain:
b) Kitab
Negarakertagama karangan Prapanca
c) Kitab
Sutasoma karangan Tantular .
Terdapat Kitab
“Kutaramanawa” yang berisi tentang aturan hukum di Majapahit. Sepeninggal Hayam
Wuruk dan Gajah Mada Majapahit mengalami kemunduran. Pengganti Hayam Wuruk
adalah puterinya yang bernama Kusumawardhani.
e.
Ratu
Kusumawardhani (1389-1429 M)
Pada masa
pemerintahannya terjadi perang saudara dengan Wirabhumi yang disebut perang
Paregreg. Berakhir dengan terbunuhnya Wirabhumi. Setelah Kusumawardhani
berturut-turut adalah:
1). Dewi Suhita
(1429-1447 M)
2). Bhre Tumapel
(1447-1451 M)
3). Bhre
Kahuripan (1451-1453 M)
4). Purwawisesa
(1457-1467 M)
5). Pandan
Salas (1467-1478 M)
Berakhirnya
pemerintahan Pandanalas, diganti dengan pemerintahan Giridrawardhana. Kerajaan
Majapahit mulai mundur dan akhirnya runtuh, disebabkan oleh faktor-faktor
sebagai berikut:
a. Faktor
Politik (dalam dan luar negeri).
Dalam negeri,
kesatuan Majapahit atas kekuatan Gajah Mada, setelah Gajah Mada meninggal
daerah yang luas tersebut tak dapat dipertahankan.
b. Faktor
Ekonomi
Majapahit dulu
dapat menyatukan daerah pertanian dan bandar-bandar, setelah ada ekspedisi
Cina, bandar-bandar lebih suka langsung berhubungan dengan luar negeri. Bandar
lebih demokratis, berusaha melepaskan diri dari Majapahit.
c. Faktor Agama
Perbedaan
ideologi. Penyebaran Islam di Asia Tenggara, melalui jalur perdagangan yang
lebih dulu terpengaruh adalah bandar, maka bandar
beragama Islam, Majapahit masih
Hindu. Bandarbandar menentang Majapahit. Ada pula pendapat yang mengatakan
adanya serangan dari Demak. Dalam serat Kondo dan Babad Tanah Jawi runtuhnya
Majapahit ditandai dengan candra sangkala: Sirna Ilang Kertaning Bumi : 1400 C
= 1478 M.
10. Kerajaan Sailendra
Śailendravamśa atau
wangsa sailendra adalah nama wangsa atau dinasti raja-raja yang berkuasa di
Sriwijaya, pulau Sumatera; dan di Mdaŋ (Kerajaan Medang), Jawa
Tengah sejak tahun 752. Sebagian besar raja-rajanya adalah penganut dan
pelindung agama Buddha Mahayana. Meskipun peninggalan dan manifestasi wangsa
ini kebanyakan terdapat di dataran Kedu, Jawa Tengah, asal-usul wangsa ini
masih diperdebatkan. Disamping berasal dari Jawa, daerah lain seperti Sumatera
atau bahkan India dan Kamboja, sempat diajukan sebagai asal mula wangsa ini.
11.
Kerajaan Sunda (932-1579)
Kerajaan
Sunda adalah kerajaan yang pernah ada antara tahun 932 dan 1579 Masehi di
bagian Barat pulau Jawa (provinsi Banten, Jakarta, dan Jawa Barat sekarang). Di
kerajaan ini agama yang berkembang adalah Hindu, Budha, dan Sunda Wiwitan.
Ibu kota kerajaan
Sunda adalah Banten Girang kemudian pindah ke Pakuan Pajajaran. Bahasa yang
dipakai adalah bahasa Sunda, Jawa dan Melayu. Agama yang dipeluk adalah Hindu,
Budha dan Sunda wiwitan. Bentuk pemerintahannya adalah Monarki.
12.
Kerajaan Medang (752-1045)
Kerajaan
Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan
Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada
abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Para raja kerajaan
ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di
Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta membangun banyak candi baik yang bercorak
Hindu maupun Buddha. Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada awal abad ke-11.
Ibu Kotanya di Jawa
Tengah kemudian pindah di Jawa Timur. Memakai bahasa Jawa Kino dan Sansekerta.
Agma yang dipeluk masyarakat adalah Kejawen, Hindu, Budha dan Animisme. Bentuk
pemerintahannya adalah Monarki.
13.
Kerajaan Dharmasraya
(1183-1347)
Dharmasraya merupakan
nama ibukota dari sebuah Kerajaan Melayu di Sumatera, nama ini muncul seiring
dengan melemahnya kerajaan Sriwijaya setelah serangan Rajendra Chola I raja
Chola dari Koromandel pada tahun 1025. Agama yang berkembang di sini adalah
agama Buddha.
Kemunduran kerajaan Sriwijaya akibat serangan Rajendra Chola I, raja dinasti
Chola telah mengakhiri kekuasaan Wangsa Sailendra atas Pulau Sumatra dan
Semenanjung Malaya. Beberapa waktu kemudian muncul sebuah dinasti baru yang
mengambil alih peran Wangsa Sailendra, yaitu yang disebut dengan nama Wangsa
Mauli.
Ibu Kotanya di Dharmasraya, Hulu Batang Hari. Memakai bahasa Melayu Kuno dan
Sansekerta. Agama yang dipeluk masyarakat adalah Budha. Bentuk pemerintahannya
adalah Monarki.
14.
Kerajaan Pagaruyung
(abad ke-14-16)
Kerajaan
Pagaruyung adalah sebuah Kerajaan Melayu yang pernah berdiri, meliputi
provinsi Sumatra Barat sekarang dan daerah-daerah di sekitarnya. Nama kerajaan
ini dirujuk dari Tambo yang ada pada masyarakat Minangkabau, yaitu nama sebuah
nagari yang bernama Pagaruyung. Agama yang berkembang pada masa ini adalah
Buddha, kemudian berubah menjadi Islam.
Munculnya nama
Pagaruyung sebagai sebuah kerajaan Melayu tidak dapat diketahui dengan pasti,
dari Tambo yang diterima oleh masyarakat Minangkabau tidak ada yang memberikan
penanggalan dari setiap peristiwa-peristiwa yang diceritakan, bahkan jika
menganggap Adityawarman sebagai pendiri dari kerajaan ini, Tambo sendiri juga
tidak jelas menyebutkannya. Namun dari beberapa prasasti yang ditinggalkan oleh
Adityawarman, menunjukan bahwa Adityawarman memang pernah menjadi raja di
negeri tersebut, tepatnya menjadi Tuhan Surawasa, sebagaimana
penafsiran dari Prasasti Batusangkar.
Ibu kotanya adalah
Pgaruyung. Bahasa yang dipakai adalah Minang, Melayu dan Sansekerta. Agama yang
dipeluk adalah Budha, namun kemudian berubah menjadi Islam. Bentuk
pemerintahannya adalah Maonarki.
15.
Kerajaan Indrapura
(abad ke-16-18)
Kerajaan
Inderapura merupakan sebuah kerajaan yang berada di wilayah kabupaten
Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat sekarang, berbatasan dengan Provinsi
Bengkulu dan Jambi. Secara resmi kerajaan ini pernah menjadi bawahan (vazal)
Kerajaan Pagaruyung. Walau pada prakteknya kerajaan ini berdiri sendiri serta
bebas mengatur urusan dalam dan luar negerinya. Agama yang berkembang pada masa
ini adalah agama Buddha, kemudian pindah menjadi Islam.
Kerajaan ini pada
masa jayanya meliputi wilayah pantai barat Sumatera mulai dari Padang di utara
sampai Sungai Hurai di selatan. Produk terpenting Inderapura adalah lada, dan
juga emas.
Ibu Kotanya terletak
di Inderapura. Bahasa yang dipakai adalah Minang, Melayu dan Sansekerta. Agama
yang dipeluk adalah Budha, kemudian berubah menjadi Islam. Bentuk
pemerinthannya adalah Monarki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar