A.
Hari-Hari Suci
1. Hari Raya Nyepi
Hari Nyepi diperingati sebagai tahun
baru Caka, yang jatuh sehari sesudah X (Kesada). Adapun Rangkaian Hari Nyepi
(Tahun Baru Caka) ini, adalah sebagai berikut:
1. Melis/Mekiis/Melasti, ini
dimaksudkan untuk mengadakan pembersihan atau penyucian segala sarana dan
prasarana perangkat alat-alat yang dipergunakan untuk persembahyangan. Melis
ini biasa dilakukan di laut atau pada sumber air yang lain sesuai dengan desa,
kala dan patra umat masing-masing dengan tujuan memohon tirtha amertha (air
kehidupan) dan tirtha pembersihan kehadapan Hyang Widhi Wasa.
2. Upacara Bhuta Yadnya (Tawur
atau meracu), jatuh pada Tilem sasih kesanga. Hari ini disebut juga
pengerupukan yang bertujuan untuk menghilangkan unsur-unsur kejahatan yang merusak
kesejahteraan umat manusia, juga untuk menormalisir unsur panca Mahabhuta,
yaitu lima unsur yang menjadi alam semesta (makrokosmos) dan badan makhluk
hidup (mikrokosmos).
3. Sipeng (Hari Nyepi), yang
disebut juga sebagai tahun Baru Caka pada hari ini umat melakukan tapa, bratha,
yoga, samadhi, satu hari penuh (24 jam), untuk mengekang hawa nafsu, tidak
makan dan tidak minum. Pemadaman nafsu-nafsu ini diperagakan dengan tidak
menyalakan apai (amati geni) tidak bekerja (amati karya), tidak berpergian
(amati lelangun). 4. Ngembak Api (Gni), yang
jatuh sehari setelah Nyepi. Hari ini memulainya aktivitas dengan panjatan doa,
mohon semoga Hyang Widhi menganugrahi jalan yang terang, terlepas dari kegelapan
masa silam dan dengan jiwa terang memasuki Tahun Baru. Saat ini pulalah umat
hendaknya saling maaf memaafkan antara sesama manusia sebagai makhluk Tuhan.
2.
Hari Raya Ciwaratri
Ciwaratri berarti malam renungan suci
atau malam pelaburan dosa. Hari Ciwaratri jatuh pada Purwanining Tilem Ke VII
(kepitu), yaitu sehari sebelum bulan mati sekitar bulan januari. Pada hari ini
umat hindu melakukan Puasa dan Yoga samadhi dengan maksud memperoleh
pengampunan dari Hyang widhi atas dosa yang diakibatkan oleh awidnya (kegelapan).
Hari ciwaratri kadang kala disebut juga
hari pejagaran. Karena pada hari ini Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) yang
bermanifestasikan sebagai Ciwa dalam fungsinya sebagai pelebur, melakukan Yoga
semalam suntuk, karena itu pada hari ini umat memohon kehadapan- Nya agar
segala dosa –dosa dapat dilebur.
Pada malam Ciwaratri ini. Setiap orang
mendapat kesempatan untuk melebur perbuatan buruknya (dosanya) dengan jalan
melaksanakan brata Ciwaratri. Hal ini disebutkan dalam kitab Padma Purama bahwa
sesungguhnya malam Ciwaratri itu adalah malam peleburan dosa, yaitu peleburan
atas dosa-dosa yang dilakukan oleh seseorang didalam hidupnya.
3.
Hari Raya Saraswati
Hari Saraswati adalah hari raya untuk
memuja hyang widhi dalam menifestasinya dan kekuatannya menciptakan ilmu
pengetahuan dan ilmu kesucian. Hari Raya Saraswati merupakan piodalan Sang
hyang Aji Saraswati atau turunya Weda yang dirayakan setiap hari sabtu Umanis
Wuku Watugunung, yang jatuhnya setiap 210 hari sekali. Kekuatan Hyang Widhi
dalam Manifestasin-Nya menurunkan Ilmu pengetahuan dilambangkan dengan seorang
“Dewi”. Dewi Saraswati merupakan Dewi ilmu pengetahuan Suci, karena itu bagi
para arif bijaksana, pelajar dan kaum cendikiawan, saraswati ini merupakan hari
penting untuk memuja kebesaran hyang Widhi atas segala Ilmu pengetahuan suci
yang telah dianugrahkan itu.
Dewi Saraswati merupakan sakti Brahma
(manifestasi Hyang Widhi dalam hal mencipta), yang mempunyai kekuatan yang luar
biasa dalam bidang ilmu pengetahuan. Dari ilmu pengetahuan inilah timbul
ciptaan-ciptaan baru yang ada didunia, tanpa ilmu pengetahuan manusia tidak
mungkin dapat menciptkan yang baru.
4.
Hari Raya Galungan
Galunagan adalah pemujaan kepada Hyang
Widhi yang dilakukan dengan penuh kesucian dan ketulusan hati. Memohon kesejahteraan
dan keselamatan hidup serta agara dijauhkan dari awidya. Hari raya galungan
adalah hari pawedalam jagat. Yaitu pemujaan bahwa telah terciptnya jagat dengan
segala isinya oleh Hyang Widhi. Hari ini muncul setiap 210 hari sekali. Yaitu
pada hari rabu kliwon Wuku Dungulan.
Galungan merupakan perlambang
perjuangan antara yang benar (dharma) nmelawan tidak benar (adharma) dan juga
sebagi pernyataan rasa terimakasih atas kemakmuran dalam alam yang diciptkan
Hyang Widhi ini.
Sehari sebelum galungan, yaitu pada
hari selasa Wage wuku Dungulan. Disebut hari Hari Penampahan. Mulai saat
penampahan ini segala bentuk nafsu hendaknya dikendalikan dalam rangka menyambut
hari raya Galungan, karena pada hari Penampahan ini manusia digoda oleh
nafsu-nafsunya yang bersifat negative yang dilambangkan dengan Sang kala Tiga.
5.
Hari Raya kuningan
Kuningan jatuh setiap Sabtu Kliwon Wuku
Kuningan 210 hari sekali yakni sepuluh hari setelah Galungan. Hari Kuningan
adalah hari payogaan Hyang Widhi yang turun kedunia dengan diiringi oleh para
Dewa dan Pitara pitari melimpahkan Karunia-Nya kepada umat manusia. Karena itu
pada hari Kuningan kita hendaknya mengahturkan bakti memohon kesentosaan,
keselamatan, perlindungan dan tuntunan lahir bathin.
Pada hari kuningan ini, sajen (banten)
yang dihaturkan harus dilengkapi dengan nasi yang berwarna kuning. Tujuannya
adalah sebagai tanda terima kasih atas kesejahteraan dan kemakmuran yang
dilimpahkan oleh Hyang Widhi Wasa. Pada hari ini kita membuat tamiang, endongan
dan kolem yang dipasang pada Padmasana. Sanggah (Merajan) dan Penjor. Tamiang
ini adalah simbol alat penangkis dari serangan, endongan adalah simbul tempat
makanan karena itu endongan berisi buah-buahan, tebu, tumpeng serta lauk
pauknya, dan kolem merupakan simbul tempat istirahat atau tidur. Upacara
persembanhyangan hari kuningan harus sudah selesai sebelum tengah hari.
6.
Hari Purnama dan Tilem
Pada hari Purnama adalah payogaan
Sanghyang Candra dan pada hari raya Tilem adalah Payogaan Sanghyang Surya.
Kedua-duanya sebagai kekuatan dan sinar suci Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha
Kuasa) dalam manifestasinya berfungsi sebagai pelebur segala mala (kekotoran)
yang ada di dunia.
Bila pada hari Purnama atau Tilem umat
manusia menghaturkan upakara yadnya dan persembahyangan kehadapan hyang Widhi,
dari nilai satu aturan (bhakti) yang dipersembahkan itu akan mendapat imbalan
anugrah bernilai sepuluh dari hyang Widhi.
Pada hari Purnama dan Tilem hendaknya
mengadakan upacara-upacara persembahyanngan dengan rangkaiannya berupa upakara
yadnya sebagai salah satu aspek dari pada pengalaman ajaran agama.
Hari Purnama jatuh setiap bulan penuh
(sukla paksa), sedangkan Tilem jatuh setiap bulan mati (krsna paksa). Baik
purnama maupun Tilem datengnya setiap 30 atau 29 hari sekali.
B.
Pengertian dan Fungsi tempat suci
Tempat
suci umat Hindu disebut dengan nama Pura. Kata pura berasal dari bahasa
Sansekerta pur yang artinya kota, benteng atau tempat yang di kelilingi tembok.
Berdasarkan arti kata tersebut maka Pura dapat diartikan sebagai tempat yang dikelilingi oleh tembok atau penyengker yang khusus sebagai tempat yang suci. Bentengan tembok itu fungsinya tiada lain adalah sebagai pemisah antara areal yang disucikan dan yang biasa. Tempat suci umat Hindu selain disebut dengan nama pura juga disebut dengan nama Kahyangan atau Parhyangan dan Sanggah atau Merajan.
Berdasarkan arti kata tersebut maka Pura dapat diartikan sebagai tempat yang dikelilingi oleh tembok atau penyengker yang khusus sebagai tempat yang suci. Bentengan tembok itu fungsinya tiada lain adalah sebagai pemisah antara areal yang disucikan dan yang biasa. Tempat suci umat Hindu selain disebut dengan nama pura juga disebut dengan nama Kahyangan atau Parhyangan dan Sanggah atau Merajan.
Tempat suci
umat Hindu memiliki fungsi sebagai berikut :
• Sebagai lambang alam semesta.
• Sebagai sarana pemujaan Tuhan beserta prabhawa-Nya.
• Sebagai sarana pemujaan roh suci leluhur.
• Sebagai sarana menumbuhkan keterampilan yang berkualitas.
• Sebagai tempat mengembangkan seni budaya.
• Sebagai tempat membina sraddha umat.
• Sebagai tempat menata kehidupan social umat.
• Sebagai tempat membina ketahanan rohani dan jasmani umat.
• Sebagai tempat menyelenggarakan yajna.
• Sebagai lambang alam semesta.
• Sebagai sarana pemujaan Tuhan beserta prabhawa-Nya.
• Sebagai sarana pemujaan roh suci leluhur.
• Sebagai sarana menumbuhkan keterampilan yang berkualitas.
• Sebagai tempat mengembangkan seni budaya.
• Sebagai tempat membina sraddha umat.
• Sebagai tempat menata kehidupan social umat.
• Sebagai tempat membina ketahanan rohani dan jasmani umat.
• Sebagai tempat menyelenggarakan yajna.
C.
Jenis-jenis Tempat Suci
Berdasarkan
karakterisasi dan fungsi dari masing-masing pura keberadaan pura tersebut dapat
dikelompokkan menjadi empat macam, antara lain sebagai berikut :
a) Pura Umum atau Pura Kahyangan Jagat. Pura ini memiliki ciri umum sebagai tempat pemujaan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasi-Nya. Pura ini merupakan tempat umum bagi seluruh umat Hindu yang disebut Pura Kahyangan Jagat.
a) Pura Umum atau Pura Kahyangan Jagat. Pura ini memiliki ciri umum sebagai tempat pemujaan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasi-Nya. Pura ini merupakan tempat umum bagi seluruh umat Hindu yang disebut Pura Kahyangan Jagat.
b) Pura
Teritorial. Pura ini memiliki ciri-ciri kesatuan wilayah sebagai tempat
pemujaan suatu desa pakraman atau adat. Pura teritorial ini disebut juga Pura
Kahyangan Desa. Ciri khas suatu desa prakraman/adat adalah memiliki tiga pura
disebut pura Kahyangan tiga. Pura Kahyangan Tiga adalah tempat suci umat Hindu
yang difungsikan untuk melaksanakan pemujaan kehadapan kehadapan Sang Hyang Widhi
Wasa dalam manifestasi-Nya sebagai Tri Murti.
c) Pura Swagina
atau Pura Fungsional yaitu tempat suci umat Hindu untuk melakukan pemujaan
kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasi-Nya yang para
penyungsungnya terikat oleh ikatan swagina atau kekaryaan yang mempunyai
profesi sama dalam system mata pencarian hidup.
d) Pura Kawitan
atau Pura Keluarga yaitu pura yang penyungsungnya ditentukan oleh ikatan wit atau
leluhur berdasarkan garis kelahiran (Geneologis).
D.
Candi-candi Hindu di
Indonesia
1.
Candi Cetho
Candi
Cetho merupakan sebuah candi bercorak agama Hindu peninggalan masa akhir
pemerintahan Majapahit (abad ke-15). Berdasarkan keadaannya ketika
reruntuhannya mulai diteliti, candi ini memiliki usia yang tidak jauh dengan
Candi Sukuh. Lokasi candi berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi,
Kabupaten Karanganyar, pada ketinggian 1400m di atas permukaan laut.
2.
Candi Asu
Candi Asu
adalah nama sebuah candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di Desa Candi
Pos, kelurahan Sengi, kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, provinsi Jawa Tengah
(kira-kira 10 km di sebelah timur laut dari candi Ngawen). Di dekatnya juga terdapat
2 buah candi Hindu lainnya, yaitu candi Pendem dan candi Lumbung (Magelang).
Nama candi tersebut merupakan nama baru yang diberikan oleh masyarakat
sekitarnya.
3.
Candi Gunung Wukir
Candi Gunung
Wukir atau Candi Canggal adalah candi Hindu yang berada di dusun Canggal,
kalurahan Kadiluwih, kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah. Candi ini tepatnya
berada di atas bukit Gunung Wukir dari lereng gunung Merapi pada perbatasan
wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Menurut perkiraan, candi ini merupakan
candi tertua yang dibangun pada saat pemerintahan raja Sanjaya dari zaman
Kerajaan Mataram Kuno, yaitu pada tahun 732 M (654 tahun Saka).
4.
Candi Prambanan
Candi
Prambanan yang dikenal juga sebagai Candi Roro Jonggrang ini menyimpan suatu
legenda yang menjadi bacaan pokok di buku-buku ajaran bagi anak-anak sekolah
dasar. Kisah Bandung Bondowoso dari Kerajaan Pengging yang ingin memperistri
dara cantik bernama Roro Jonggrang. Si putri menolak dengan halus. Ia
mempersyaratkan 1000 candi yang dibuat hanya dalam waktu semalam. Bandung yang
memiliki kesaktian serta merta menyetujuinya. Seribu candi itu hampir berhasil
dibangun bila akal licik sang putri tidak ikut campur. Bandung yang kecewa lalu
mengutuk Roro Jonggrang menjadi arca, yang diduga menjadi arca Batari Durga di
salah satu candi.
5.
Candi Gunung Sari
Candi Gunung
Sari adalah salah satu candi Hindu Siwa yang ada di Jawa. Lokasi candi ini
berdekatan dengan Candi Gunung Wukir tempat ditemukannya Prasasti Canggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar