Pura Aditya Jaya adalah sebuah pura Hindu yang lokasinya berada di daerah Rawamangun, Jakarta Timur. Pura ini memiliki bangunan dengan dinding dan ornament yang bergaya khas Bali dan terdapat banyak pohon-pohon besar yang rindang di sekeliling kompleks.
Sejarah didirikannya Pura Aditya Jaya Rawamangun ini, tidak
lepas dari sejarah perjuangan umat Hindu di DKI Jakarta oleh ‘Suka Duka Hindu
Bali (SDHB)’. Kemudian berganti nama menjadi ‘Suka Duka Hindu Dharma (SDHD)’
atas saran IB Mastra, Dirjen Bimas Hindu dan Budha. Menyusul cita-cita
pendirian Pura yang dipertajam dengan mendirikan Yayasan ‘Pitha Maha’ dibawah
pimpinan Ida Bagus Manuaba, anggota Dewan Konstituante, I Gusti Subania,
Menteri Koordinator, I Nyoman Wiratha, anggota DPRD DKI Jakarta.
Ketika itu, presiden pertama RI, Ir Soekarno, yang akrab
disebut Bung Karno, menyambut baik gagasan membangun Pura, bagi umat Hindu di
Jakarta. Oleh karenanya Bung Karno, pada tahun 1960-an menawarkan tanah di
Lapangan Banteng kepada umat Hindu untuk beribadah. Tetapi entah apa pasalnya,
rencana pembangunan Pura Hindu di lapangan Banteng tersebut batal. Kemudian berlanjut
pada tahun 1962-an kembali ditawarkan lokasi baru di ancol. Namun umat Hindu
keberatan, sebab lokasi tersebut pada masa itu berlumpur, berbau anyir. Berbeda
dengan keadaan ancol masa kini dengan ancol masa lalu. Terutama setelah ancol
disulap oleh pemilik modal dijadikan lahan komersil taman hiburan.
Saat umat Hindu di Jakarta berharap cemas menunggu batas
waktu kapan secepatnya memperoleh lokasi yang tepat untuk membangun ‘Pura’ di
Jakarta. Tanpa diketahui lebih dulu, Ir Sutami, Menteri Pekerjaan Umum, dijaman
pemerintahan Bung Karno, menawarkan lokasi baru yang memungkinkan untuk
membangun ‘Pura’. Pak Menteri dipandang sebagai sosok pejabat negara yang waktu
itu dikenal sebagai orang dekat Bung Karno. Lokasi tersebut berada diwilayah
Jakarta Timur. Tepatnya dijalan Rawamangun Muka No. 10, tak jauh dari lapangan
Golf Rawamangun, Jakarta Timur.
Dibarengi ucapan rasa syukur kepada Tuhan, Yayasan ‘Pitha
Maha’ dan seluruh umat Hindu di Jakarta, lokasi tersebut sangat tepat untuk
pembangunan ‘Pura’ yang kini bediri megah dan indah. Dinamai ‘Pura Aditya Jaya’
Penggunaan lokasi tersebut dikuatkan oleh Ir. Sutami, yang menerbitkan surat
No. 36/KPTS/1976 yang memberi izin untuk menggunakan tanah yang dikuasai Dept.
PU cq Ditjen Bina Marga (yaitu tempat Pura Aditya Jaya sekarang, sebagai tempat
persembahyangan bagi umat Hindu di Jakarta dan sekitarnya). Pemberian izin oleh
Menteri PU didukung oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, yang bijaksana dan
berwawasan luas didalam membangun kota Jakarta menjadi Kota Metropolitan.
Pura Aditya Jaya ini dibangun dalam tujuh tahapan. Pertama
dimulai tahun 1972 dan tahap akhir dilakukan tahun 1997. Areal Pura Aditya
boleh dibilang cukup luas. Disitu terdapat sejumlah bangunan dan ornament
bergaya khas Bali. Suasana Pura juga mirip taman hijau yang terlindung dari
sengatan panas matahari karena lebatnya pepohonan rindang disekeliling areal. Masyarakat
pemeluk agama Hindu bersyukur kepada Tuhan, kepada Bung Karno dan beberapa
pejabat teras lainnya karena harapan dibangunnya Pura di Jakarta telah terpenuhi.
Terlebih Pura besar itu berada di Jakarta atau Ibukota Negara Indonesia. Pura
Aditya Jaya tak hanya digunakan untuk melakukan ritual keagama umat Hindu.
Melainkan juga masyarakat umum yang ingin menikmati keheningan dan kedamaian
hati bisa masuk ke dalam sebuah candi ditengah hangar bingarnya kehidupan keras
di Kota Metropolitan Jakarta yang dulu pernah dijuluki ‘Kampung terbesar
didunia’.
Pada hari-hari biasa, umat Hindu maupun pengunjung umum
lainnya diarahkan melalui pintu masuk dari jalan Daksinapati Raya 10, tak jauh
dari Lapangan Golf Rawamangun Muka, Jakarta Timur. Tetapi pada hari-hari tertentu
semisal pada upacara keagamaan Hari Raya ‘Galungan dan Kuningan’, Hari Purnama
Tilem’, ‘Waisak’, ‘Nyepi’ dll, pengunjung dipersilahkan masuk melalui pintu
gerbang yang menganga lebar. Dari gerbang itulah sejumlah besar pengunjung yang
berlipat ganda, ‘tumplek-blek’ memenuhi seluruh areal Pura.
Pintu gerbang tersebut memang hanya dibuka pada hari-hari
besar upacara keagamaan. Ditambah dua pintu lainnya yang selalu dibuka pada
hari-hari biasa. Sehingga pengunjung, leluasa masuk tanpa hambatan. Dan lagi Pintu
gerbang utama, letaknya strategis berhadapan langsung dengan By Pass atau jalan
Tol Cawang-Tanjung Priok’, Sehingga memudahkan pengunjung berkendaraan roda
empat, langsung masuk lapangan parkir yang menganga lebar.
Pada upacara besar keagamaan yang berlangsung enam kali
dalam setahun, menjadi ajang umat Hindu bersembahyang secara berjamaah. Bahkan
sejumlah pengunjung umum seperti wisatawan lokal maupun internasional tertarik
untuk menikmati suasana yang sungguh memikat di samping kenyamanan areal ‘Pura
Aditya’ yang sudah banyak dikenal orang asing.
Ketika memasuki wilayah pura dari arah timur, ada sejumlah
gazebo beratap rumbia yang keempat tiangnya dibebat dengan kain poleng. Di
wilayah luar Pura Aditya Jaya yang disebut Nista Mandala atau Jaba Sisi ini
terdapat Rumah Tunggu, toko buku yang menjual buku-buku tentang ajaran agama
Hindu, kantin yang cukup menyenangkan, Bale Gede dan dapur.
Salah satu arca yang menarik perhatian di dalam Pura Aditya
Jaya adalah arca Dewi Saraswati, istri Dewa Brahma. Arca dewi ilmu pengetahuan
dan seni ini letaknya berada jauh di dalam wilayah utama mandala, persis di
belakang candi lebih kecil yang terletak di sayap sebelah kanan pura.
Pura pertama
yang dibangun dan didirikan di Jakarta ini, lokasinya sangat strategis berada
disebelah timur lintasan tol Cawang-Tanjung Priok atau sering disebut dengan
Jalan Layang A. Yani. Lokasi pura memang berada dipersimpangan Jl. A. Yani
dengan Jl. Rawamangun. Pura yang hampir setiap hari dikunjungi ini, memiliki
sejarah yang sangat panjang mulai dari sebuah sanggar sebagai tanda yang hingga
sekarang ini berdiri sangat megah dengan halaman yang sangat luas. Pada hari
Sabtu dan Minggu, pengunjung pura sangat ramai, lebih-lebih saat
diselenggarakannya Pendidikan Agama bagi anak-anak yang beragama Hindu mulai
dari SD-SMP dan SMA termasuk juga mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang
ingin memperoleh nilai agama untuk memenuhi nilai SKS-nya. Bahkan sekarang
sudah berdiri Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH).
keterangan: Foto menjalin persahabatan dengan umat hindu di Pura Aditya Jaya Rawamangun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar